Selamat datang di SlendangWetan Institut, Blognya orang yang "sadar diri" !

2.18.2008

Pemikiran Tokoh Islam Liberal di Indonesia; Nurcholis Masjid dan Harun Nasution

NURCHOLIS MADJID
A.Sekularisasi
Tokoh Islam liberal atau liberalisme Islam terkemuka di Indonesia tidak lain yakni Nurcholish Madjid. Doktor dari Chicago university ini mempelopori gerakan sekularisme di Indonesia. Dan sama dengan Harun Naution merupakan seorang ”pioner” dalam mengembankan Islam liberal di Indonesia.
Nurcholis madjid berpendapat sekularisasi tidaklah dimaksudkan sebagai penerapan sekularisme dan mengubah kaum muslimin menjadi sekularis. Tetapi dimaksudkan untuk menduniawikan nilai-nilai yang sudah semestinya bersifat duniawi, dan melepaskan umat Islam dari kecendrungan untuk meng-ukhrawi-kannya. Dengan demikian, kesediaan mental untuk selalu menguji dan menguji kembali kebenaraan suatu nilai dihadapkan kenyataan material, moral atapun hitoris, menjadi sifat kaum muslimin.
Sekularisme dimaksudkan untuk lebih memantapkan tugas duniawi manusia sebagai khalifa Allah di dunia. Fungsi sebagai khalifah Allah itu memberikan ruang bagi adanya kebebasan manusia untuk menetapkan dan memilih sendiri cara dan tindakan-tindakan dalam rangka perbaikan hidupnya di atas bumi ini, dan sekaligus memberikan pembenaran bagi adanya tanggung jawab manusia atas perbuatan-perbuatan itu dihadapan Tuhan.
Sekularisasi ialah pengakuan wewenang ilmu pengetahuan dan penerapanya dalam membina kehidupan duniawi. Dan terus berproses dan berkembang menuju kesempurnaannya. Paham ini adalah paham keduniawian, paham ini mengatakan bahwa kehidupan duniawi ini adalah mutlak dan terakhir. Tiada lagi kehidupan sesudahnya kita semua, yang hidup ini adalah makhluk sekuler, artinya kita sekarang masih berada di dalam alam sekuler duniawi karena belum pindah ke alam akhirat.
Perbedaan sekularisme dan sekularisasi sebagai paham dan proses. Sekularisasi tanpa sekularisme, yaitu proses penduniawian tanpa paham keduniawian, bukan saja mungkin bahwa telah terjadi dan akan terus terjadi dalam sejarah. Sekularisasi tanpa sekularisme adalah sekularisasi terbatas dan dengan koreksi. Pembatasan dan koreksi itu diberikan oleh kepercayaan akan adanya hari kemudian dan prinsip ketuhanaan.
Namun karena gempuran kritik yang begitu gencar terhadap istilah sekularisasi itupun ditinjau kembali oleh Nurcholis madjid. Dalam tulisannya, “sekularisasi ditinjau kembali” Nurcholis mengatakan terhadap perbedaan istilah “sekular” sekularisasi dan sekularisme itu, maka adalah bijaksana untuk tidak mengunakan istilah-istilah tersebut dan mengantikannya dengan istilah-istilah teknis lain yang lebih tepat dan netral.
Sebenarnya, subtansi pemikiran Nurcholis Madjid adalah ia ingin menempatkan hal-hal yang sifatnya dunia yang profan pada tempatnya dan yang sifatnya keakhiratan atau kaitannya dengan masalah teologis juga pada tempatnya. Namun tampaknya ia kesulitan dalam menemukan istilah yang tepat sehingga menimbulkan reaksi yang bertubi-tubi.
B.Modernisasi
Modernisasi identik dengan rasionalisasi atau hampir identik dengan rasionalisasi. Dan hal itu berarti proses perombakan pola berfikir dan tata kerja lama yang tidak akhliah, dan menggantikannya dengan pola berfikir dan tata kerja yang akliah. Modernisasi berarti berfikir dan bekerja menurut fitroh atau sunnahtullah. Sunnatullah telah mengejawantahkan dirinya dalam hukum alam, sehingga untuk dapat menjadi modern manusia harus mengerti terlebih dahulu hukum yang berlaku dalam alam itu. Pemahaman manusia terhadap hukum-hukum alam, melahirkan ilmu pengetahuan alam sehingga modern berarti ilmiah. Dan ilmu pengetahuan diperoleh manusia melalui akalnya sehingga modern berarti juga rasional.
Nurcholis mengatakan bahwa modernisasi adalah sebuah keharusan, malahan kewajiban yang mutlak. Modernisasi merupakan pelaksanaan perintah dan ajaran Tuhan Yang Maha Esa. Modern juga berarti progresif dan dinamis. Maka sekalipun bersifat modern itu merupakan suatu keharusan yang mutlak, namun kemoderenan itu sendiri relatif sifatnya, sebab terikat ruang dan waktu. Sesuatu yang sekarang ini dikatakan modern, dapat dipastikan menjadi kolot (tidak modern lagi) di masa yang akan datang. Sedangkan yang modern secara mutlak ialah Allah, pencipta seluruh alam. Jadi modernitas berada dalam suatu proses, yaitu penemuan kebenaran-kebenaran yang relatif, menuju kepeneman ang mutlak, yaitu Allah.
Hal itu berarti tidak seorang pun manusia berhak mengklaim suatu kebenaran insan sebagai suatu kebenaran yang mutlak. Dengan kata lain seorang muslim semestinya menjadi seorang yang sela bersedia menerima kebenaran-kebenranan baru dari orang lain, dengan penuh rasa tawadhu’ kepada Tuhan.
C.Islam dan konsep negara Islam
Menurut Nurcholis, Islam tidak identik dengan ideologi, ideologisasi Islam yang berlangsung selama ini di dalam masyarakatnya telah merelatifikasikan Islam sebagai ajaran yang universal. Ideologi sendiri sangat terikat oleh ruang dan waktu. Ia mengungkapkan bahw aideologi sosial politik Islam di masa lalu terlalu tegar dan mengabaikan ideologi dengan kondisi-kondisi setempat. Itulah sebabnya ketika ia mulai membicarakan hubungan orde baru dengan Islam. Ia menegaskan bahwa penelitian terhadap perkembangan sosial. Poloitk tidak bisa dilakukan dalam ukuran kemutlakan, tetapi harus dilihat dari kaitan nisbinya dengan hal-hal lain. Islam adalah agama kemanusiaan yang membuat cita-citanya sejajar dengan cita-cita kemanusiaan universal.
Nurcholish menekankan pemisahan antara Islam dan ideologi, menurut pandangan langsung kepada Islamsebagai ideologi bisa berakibat merandahkan agama itu menjadi setaraf dengan berbagai ideologi yang ada. Dari pemikiran itu terlontarlah suatu ungkapan yang amat terkenal yaitu Islam yes! Partai Islam no! Dari ungkapan itu tampaknya ia berpesan bahwa tidak perlu bahkan tidak wajib seseorang masuk partai Islam, yang paling penting adalah menjalankan ajaran Islam itu sendiri.
Kondisi Islam di Indonesia menurut pandangan Nurcholish mengalami suatu perembesan kultural yang sedikit agak mapan. Nilai-nilai Islam lebih bercorak budaya dalam penampilannya, ketimbang warna asli dari Islam itu sendiri.
Dalam hal kenegaraan, Nurcholish tidak sependapat dengan gagasan negara Islam bahkan ia menilai timbulnya gagasan negara islam, adalah suatu bentuk kecendrungan apologetik. Setiap apologetik itu tumbuh dari dua perkara Yaitu:
•Yang pertama apologi terhadap idiologi-idiologi barat (demokrasi, sosialisme, komunisme). Idiologi-idiologi itu sering bersifat kataliter, artinya menyeluruh dan secara mendetail meliputi setiap bidang kehidupan khsusnya politik, budaya, ekonomi, sosial dan lain-lain.
• kedua ialah legalisme yang membawa sebagian kaum muslim kepikiran apologitis “negara Islam” itu. Legalisme ini menumbuhkan apresiasi serba legalistis kepada Islam, yang berupa pneghayatan keislaman yang menggambarkan bahwa Islam itu adalah struktur dan kumpulan hukum. Legalisme ini merupakan kelanjutan fiqihisme.
Cak Nur walaupun tidak menolak tentang Islam juga menyangkut persoalan pengurusan atas sosial, ekonomi bernegara. Namun ia memerikan tekanan lebih dalam, bahwa Islam merupakan muatan khas sebagai Al-Dien yang menitik beratkan aspek spiritual, sedangkan negara ersifat duniawi masal dengan muatan dimensi dan kolektif.
HARUN NASUTION
Harun Nasution lahir di Pematang Siantar, Sumatera Utara pada tahun 1919. ia bersekolah di HIS (Hollandsche Indlansche School) dan lulus pada tahun 1934. Pada tahun 1937, lulus dari Moderne Islamietische Kweekschool. Ia melanjutkan pendidikan di Ahliyah Universitas Al-Azhar pada tahun 1940. Dan pada tahun 1952, meraih gelar sarjana muda di American University of Cairo
A. Persamaan Agama
Harun nastion bisa dikatakan ”pioner” dalam mengembankan Islam liberal di Indonesia, sama halnya dengan Nurcholis madjid. Harun berhasil mengembangkan sayap geraknya ke IAIN seluruh Indonesia. Harun nasution merupakan lulusan dari McGill University Kanada, ia berhasil mempengaruhi institusi lembaga Islam setelah pada tahun 1973 bukunya yang berjudul “Islam ditinjau dari berbagai aspeknya” ditetapkan sebagai buku utama mahasiswa IAIN se-Indonesia.
Dalam bukunya Tersebut harun sudah Mulai menyerempet tentang persamaan agama. Setelah mengutip sebagian ayat al Qur’an, jelaslah bahwa agama Yahudi, Kristen, dan Islam adalah satu asal. Tetapi perkembangan masing-masing dalam sejarah mengambil jurusan yang berlainan sehingga timbul perbedaan di antara ketiga agama tersebut.
Harun di dalam bukunya hanya menjelaskan secara datar tentang pengertian agama Yahudi dan Nasrani, sehingga pembaca menjadi kurang yakin akan keunggulan agama Islam. Dia tidak mengungkapkan penelewengan-penyelewengan agama Yahudi dan Nasrani. Menurut Harun kemurnian tauhid di pelihara oleh Islam dan Yahudi, sedangkan Naasrani sudah tidak murni lagi dengan adanya konsep trinitas. Namun Yahudi sema atau syahadatnya yakni dengarlah Israel, Tuhan kita satu. Dan Islam yang berbunyi tiada Tuhan selain Allah.
Padahal Dalam berbagai ayat al Qur’an sudah dipaparkan secara jelas bahwa hanya Islam yang benar-benar murni ketahuhidannya. Dalam surat at-Taubah:30
“ Orang-orang Yahudi berkata bahwa Uzair itu putra Allah dan orang Nasrani berkata bahwa Almasih itu putra Allah. Demikian itulah ucapan mereka meniru perkataan orang-orang kafir terdahulu. Dilaknati Allahlah mereka. Bagaimana mereka sampai berpaling?”
B. Sekularisme
Bukan itu saja, Kengawuran Harun juga terlihat ketika ia memaparakan tentang tema aspek pemgaharuan dalam Islam. Paham pembaharuan atau modernisasi menurutnya mempunyai pengaruh yang besar di barat dan segera memasuki lapangan agama yang di barat dipandang sebagai penghalang bagi kemajuan.
Modernisasi dalam hidup keagamaan di barat mempunyai tujuan untuk menyesuaikan ajaran-ajaran yang terdapat dalam agama Khatolik dan Protestan dengan ilmu pengetahuan dan falsafat modern. Pembaharuan dalam Islam mempunyai tujuan yang sama, namun tidak bagi ajaran-ajaran yang bersifat mutlak. Harun berangapan sekularisme diperlukan meskipun tidak mutlak ajaran-ajaran yang dapat diubah. Karena itu tidak heran bila Harun kemudian memuji-muji tokoh-tokoh yang mengabaikan syariat seperti Rif’at Tahtawi Qasim amin dan lain-lain. Dukungan Harun terhadap sekularisme terlihat ketika ia tidak mengecam sama sekali pendapat Ali abdul Raziq yang berpendapat bahwa sistem khilafah tidak ada dalam Islam.
Harun juga membolak-balikan sejarah Islam dengan ngawur. Sultan Abdul Hamid, khilafah Islam di Turki yang dipuji oleh para ulama Islam karena berpegang teguh pada syariat Islam dan tidak mau menyerahkan Palestina kepada Yahudi dijuluki harun sebagai raja yang absolut, dan mengangap Kemal Attarurk yang menghancurkan kekhalifahan Islam bekerja sama Inggris dan barat lainnya sebagai salah satu tokoh pembaharuan.
C. Modernisme Harun
Pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia bukanlah hal baru ketika Harun Nasution mengutarakan berbagai gagasan pemikirannya. Bangsa Indonesia merupakan salah satu gudang pemikiran Islam. Memang, perkembangan pemikiran Islam di Indonesia baru dimulai (secara massif dan aplikatif) sejak sekitar masa pergerakan nasional. Pemikiran Islam pada masa itu juga tidak lepas dari gerakan pembaharuan Islam yang ada di Timur Tengah (terutama Mesir).
Pemikiran Islam di Indonesia berkembang cukup pesat di awal abad ke-20. Hal itu ditandai dengan lahirnya gerakan modernisme. Gerakan modernisme yang bertumpu pada Qur’an dan Sunnah berupaya untuk mengembalikan kembali umat Islam kepada sumber ajarannya yang tidak pernah usang ditelan zaman sehingga tidak perlu diperbaharui. Namun, hal ini perlu diangkat lagi ke permukaan masyarakat yang telah tertutup oleh tradisi dan adat istiadat yang tidak sesuai dengan ajaran pokok tersebut. Pada masa itu, masyarakat yang telah tertutup oleh tradisi tentu tidak tinggal diam melihat gerakan tersebut.
Reaksi itulah yang juga melahirkan gerakan yang disebut tradisionalisme. Pengusung gerakan modernisme pada saat itu antara lain adalah H.O.S. Tcokroaminoto, Agus Salim, dan Mohammad Natsir. Perubahan dari taqlid kepada ijtihad merupakan akar pemikiran Islam tersebut. Akar pemikiran itu lalu menjalar kepada pemikiran aplikatif dalam kehidupan modern. Beberapa hal yang sering menjadi bahan pembicaraan atau bahkan perdebatan adalah mengenai politik dan negara. Pada tahun 1940-an, terjadi polemik pemikiran politik Islam antara Natsir dan Soekarno.
Pembicaraan mengenai hal ini adalah sebuah respon seorang Mohammad Natsir atas pernyataan pemikiran Soekarno bahwa zaman modern menuntut pemisahan agama dan negara seperti yang dipraktekkan oleh Musthafa Kemal Attaturk Pasha di Mesir. Bahan pembicaraan lainnya adalah mengenai sistem ekonomi yang direlevansikan dengan pembinaan masyarakat menurut Islam. Pemikiran tentang hal tersebut diusung oleh Agus Salim dan Tjokroaminoto ketika mereka (pada masanya masing-masing) berhadapan dengan pihak komunis dan nasionalis. Pada umumnya, sampai pada masa konstituante tahun 1956-1959, pemikiran Islam di Indonesia berkisar pada soal-soal ibadah dan muamalah. Masalah lainnya yang juga diangkat, tidak lebih hanya karena merupakan tantangan pihak lawan yang lebih intens.
Bila kita mengamati perkembangan pemikiran Islam pada awal abad ke-20 dibandingkan pemikiran Harun, maka kita akan melihat warna berbeda dalam pemikiran Harun Nasution. Warna berbeda itu bisa dilihat dari beberapa perspektif yaitu suasana zaman, afiliasi terhadap ormas/parpol, fokus terhadap bidang akademis. Kembali kepada pembahasan paragraf sebelumnya tentang garis besar pemikiran Islam pada awal abad ke-20 sampai masa konstituante, Deliar Noer menarik beberapa kesimpulan tentang corak gerakan masa itu antara lain bahwa pemikiran kalangan Islam masa itu lebih merupakan reaksi atau respon terhadap tantangan yang ada. Ia merupakan reaksi terhadap pemikiran Barat, sekulerisme, komunisme, nasionalisme yang chauvinistis, dan sebagainya.
Selain itu, banyaknya permasalahan yang dihadapi tidak diimbangi dengan tersedianya orang-orang yang ahli dan mempunyai waktu luang sehingga bahasan dan kajian yang dilakukan terhadap salah satu topik kurang mendalam dan mengena. Warna berbeda lainnya yaitu afiliasi terhadap ormas/parpol. Kenyataan yang ada memperlihatkan bahwa para tokoh sebelumnya adalah bagian dari ormas atau parpol (entah dia pendiri atau hanya sebatas anggota dan simpatisan). Hal itu secara tidak langsung menjadi salah satu pertimbangan apakah pemikiran yang dikeluarkan tokoh tersebut adalah murni pemikirannya. Perspektif lain yang bisa memperlihatkan warna berbeda pemikiran Harun Nasution adalah fokus yang digelutinya pada bidang akademis. Artinya bahwa pemikirannya adalah sebagai suatu kajian yang bisa disampaikan bahkan dipakai sebagai kurikulum

DAFTAR PUSTAKA
Madjid, Nurcholish. 1989. Islam kemoderenan dan keindonesiaan. Bandung: Mizan.
Madjid, Nurchlish.2000. Islam doktrin dan peradaban. Jakarta: Paramadina.
Nata, Abuddin. 2005. Tokoh-tokoh pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Grafindo.
Soefudin, Didin. 2003. Pemikiran modern dan postmodern dalam Islam. Jakarta:Grafindo.
Sani, Abdul. 1998. Perkembangan modern dalam Islam. Jakarta: Grafindo.
Saridjo, Marwan. 2005. caknur diantara sarung dan dasi. Jakarta: Penamadani.
Husaini, Adian. Hidayat, Nuim. 2002. Islam liberal. Jakarta : Gema Insani

Tasawuf Falsafi


A.Definisi Tasawuf Falsafi
Tasawuf Falsafi adalah sebuah konsep ajaran tasawuf yang mengenal Tuhan (ma’rifat) dengan pendekatan rasio (filsafat) hingga menuju ketinggkat yang lebih tinggi, bukan hanya mengenal Tuhan saja (ma’rifatullah) melainkan yang lebih tinggi dari itu yaitu wihdatul wujud (kesatuan wujud). Bisa juga dikatakan tasawuf filsafi yakni tasawuf yang kaya dengan pemikiran-pemikiran filsafat.
Di dalam tasawuf falsafi metode pendekatannya sangat berbeda dengan tasawuf sunni atau tasawuf salafi. kalau tasawuf sunni dan salafi lebih menonjol kepada segi praktis (العملي ), sedangkan tasawuf falsafi menonjol kepada segi teoritis (النطري ) sehingga dalam konsep-konsep tasawuf falsafi lebih mengedepankan asas rasio dengan pendektan-pendekatan filosofis yang ini sulit diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari khususnya bagi orang awam, bahkan bisa dikatakan mustahil.
Dari adanya aliran tasawuf falsafi ini menurut saya sehingga muncullah ambiguitas-ambiguitas dalam pemahaman tentang asal mula tasawuf itu sendiri. kemudian muncul bebrapa teori yang mengungkapkan asal mula adanya ajaran tasawuf. Pertama; tasawuf itu murni dari Islam bukan dari pengaruh dari non-Islam. Kedua; tasawuf itu adalah kombinasi dari ajaran Islam dengan non-Islam seperti Nasrani, Hidu-Budha, filsafat Barat (gnotisisme). Ketiga; bahwa tasawuf itu bukan dari ajaran Islam atau pun yang lainnya melainkan independent.
Teori pertama yang mengatakan bahwa tasawuf itu murni dari Islam dengan berlandaskan QS. Qaf ayat 16 yang artinya “Telah Kami ciptakan manusia dan Kami tahuapa yang dibisikkan dirinya kepadanya. Dan Kami lebih dekat dengan manusia daripada pembuluh darah yang ada dilehernya”. Ayat ini bukan hanya sebagai bukti atau dasar bahwa tasawuf itu murni dari Islam meliankan salah satu ajaran yang utama dalam tasawuf yaitu wihdatul wujud. Kemudian kami juga mengutip pendapat salah satu tokoh tasawuf yang terkenal yaitu Abu Qasim Junnaid Al-Baqdady, menurutnya “yang mungki menjadi ahli tasawuf ialah orang yang mengetahui seluruh kandungan al-qur’an dan sunnah”. Jadi menurut ahli sufi, setiap gerak-gerik tasawuf baik ‘ilmy dan ‘amaly haruslah bersumber dari al-qur’an dan sunnah. Maka jelas bahwa tasawuf adalah murni dari Islam yang tidak di syari’atkan oleh nabi akan tetapi beliau juga mempraktikkannya. Buktinya sejak zaman beliau (nabi Muhammada-red) juga ada kelompok yang mengasingkan diri dari dunia, sehingga untuk menjaga kekhusuan mereka beliau memberi mereka tempat kepada mereka di belakang muruh nabi. Meskipun istilah tasawuf itu belum ada tapi dapat di sinyalir bahwa munculnya ajaran-ajaran seperti itu (zuhud/ warok, mendekatkan diri pada Allah-red) sudah ada sejak zaman Islam mulai ada, dan nabi sendiri sejatinya adalah seorang sufi yang sejati.
Kemudian pendapat kedua yang mengatakan bahwa tasawuf adala kombinasi dari ajaran Islam dengan yang lainnya (non-Islam). Mereka memberi contoh beberapa ajaran yang ada di tasawuf sama dengan aliran (ajaran) lain, misal;
sumber dari Nasrani:
1.Konsep Tawakal
2.Peranan Syekh
3.Adanya ajaran tentang menehan diri tidak menikah.
sumber Hindu:
1. Al-fanah = Nirwana
2. Zuhud = menjahui dunia
sumber Yunani (fil. Barat):
1. Filsafat Ilmu jiwa
2. Filsafat Phytagoras
3. Filsafat Plotinus
4. Termasuk juga gnotisisme.
Dari sinilah nampak ada kemiripan dalam ajaran setiapa masing yang diakibatkan dari akulturasi sehingga terjadi penjumboan (bersatu) antara ajaran Islam dalam tasawuf dengan yang lain.
Pendapat yang ketiga ini yang mengatakan tasawuf itu bukan dari mana-mana yaitu independen, dengan berdasarkan dengan kisah bahwa pada waktu itu ada seorang raja yang hidup bergelimpangan dengan harta namun dia masih mengalami ketegangan dalam hidupdalam artian jiwanya belum tenang, akhirnya atas nasihat dari seseorang yang dia temui di hutan saat berburu mencoba mengasingkan diri ke bhutan dan meninggalkan semua hartanya. sehingga dari sini dapat di tarik bahwa tasawuf muncul untuk mengatasi kebosan seseorang dari kehidupan dunia tanpa adanya spiritualitas dalam jiwa sehingga mengalami kekeringan jiwa, yang kemudian diisi kembali dengan nilai spiritualitas dengan menjahui kehidupan dunia dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
Dari pemaparan di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa tasawuf itu benar-benar asali (murni) dari ajaran Islam yang tidak di syari’atkan atau di sunnahkan oleh nabi meskipun beliau juga melakukanya. Kemudian pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf itu berasal dari akulturasi ajaran lain termasuk gnotis itu juga tidak bisa disalahkan, sebab adanya pengklasifikasian tasawuf sehingga muncul beberapa tasawuf, seperti tasawuf sunni, salafi dan tasawuf falsafi membuat determinasi diantaranya. maka jikalau dikatakan tasawuf adalah akulturasi antara Islam dengan yang lain itu termasuk tasawuf falsafi yang mana telah mengedepankan asas rasio sehingga berbaur dengan fisafat-filsafat yang ada di ajaran lain, dimana dalam menganalisis tasawuf dengan paham emanasi Neo-platonisme dalam semua fariasi baik dari Ibn Sina samapai Mulla Shadra.

B. Latar belakang berkembangnya Tasawuf Falsafi
Perenungan ketuhanan kelompok sufi dapat dikatakan sebagai reaksi terhadap corak pemikiran teologis pada masa itu. Di pihak lain, para filosof dengan tujuan menjembatani antara agama dengan filsafat, terpaksa mempreteli sebagaian dari sifat-sifat Tuhan sehingga Tuhan tidak mempunyai kreativitas lagi. dengan perkembangan tasawuf yang mempunyai tipologi, secara global dapat diformasikan adanya tiga konsep tentang Tuhan yaitu; konsepti etikal, konsepi estetikal dan konsepsi union mistikal.
Konsepsi etikal berkembang pada zuhada, munurut mereka Dat Tuhan adalah sumber kekuatan, daya iradat yang mutlak. Tuhan adalah pencipta tertinggi, oleh kaena itu perasaan takut kepada Tuhan lebih mempengaruhi mereka ketimbang rasa pengharapan. timbulnya konsep ini bersumber dari keyakinan bahwa Tuhan adalah asal segala yang ada, sehingga antara manusia dengang Tuhan ada jalur komunikasi timbal balik. Doktrin ini belanjut kepada keyakinan, bahwa penciptaan alam semesta adalah pernyataan cinta kasih Tuhan yang direfleksikan dalam bentuk empirik atau sebagai mazhohir dari asma Tuhan.
Berkembangnya tasaawuf sebagai jalan dan latihan untuk merealisir kesucia batin dalam perjalanan menuju kedekatan dengan Allah, juga menarik perhatian para pemikir muslim yang berlatar belakang teologi dan filsafat. Dari kelompok inilah tampl sejumlah kelompok sufi yang filosofis atau filosofis yang sufi. Konsep-konsep mereka yang disebut dengan tasawuf falsafi yakni tasawuf yang kaya dengan pemikiran-pemikiran filsafat. ajran filsafat yang paling banyak dipergunakan dalam analisis tasawuf adalah paham emanasi Neo-Plotinus.
Andaya pemaduan antara filsafat dengan tasawuf pertama kali di motori oleh para fisful muslim yang pada saat itu mengalami helenisme pengetahuan. Misalanya filsuf muslim yang terkenal yang membahas tentang Tuhan dengan mengunakan konsep-konsep neo-plotinus ialah Al-Kindi. Dalam filsafat emanasi Plotinus roh memancar dari diri Tuhan dan akan kembali ke Tuhan. Tapi, sama dengan Pythagoras, dia berpendapat bahwa roh masuk ke dalam tubuh manusia juga kotor, dan tak dapat lagi kembali ke Tuhan. Selama masih kotor, ia akan tetap tinggal di bumi berusaha. dari sini di tarik ke dalam ranah konsep tasawuf yang berkeyakinan bahwa penciptaan alam semesta adalah pernyataan cinta kasih Tuhan yang direfleksikan dalam bentuk empirik atau sebagai mazhohir dari asma Tuhan.
Namun istilah tasawuf fal safi bulum terkenal pada waktu itu, setelah itu baru tokoh-tokoh teosofi yang populer. Abu Yazid al-Bustami, Ibn Masarrah (w.381 H) dari Andalusia dan sekaligus sebagai perintisnya. orang kedu yang mengombinasikan antara teori filsafat dan tasawuf ialah Suhrawardi al-Maqtul yang berkembang di Persia atau Iran. Masih banyak tokoh tasawuf falsafi yang berkembang di Persia ini sepeti al-Haljj dengan konsep al-Hulul yakni perpaduan antara isan dengan Tuhan.
Perkembangan puncak dari tasawuf falsafi, sebenarnya telah dicapai dalam konsepsi al-wahdatul wujud sebagai karya pikir mistik Ibn Arabi. sebelum Ibn arabi muncul teorinya seorang sufi penyair dari Mesir Ibn al-Faridh mengembangkan teori yang sama yaitu al-wahdat asa-syuhud.
Pada umumnya konsep ini diterima dan berkembang dari kaum syi’ah dan bermazhabkan Mu’tazilah. Makanya nama lain dari tasawuf falsafi juga di sebut dengan tasawuf Syi’i. diterimanya konsep-konsep atau pola pikir tasawuf falsafi di kawasan Persia, karena dimungkinkann disana dulu adalah kawasan sebelum Islam sudah mengenal filsafat.
Semenjak masa Abu Yazid al-Busthami, pendapat sufi condong pada konsep kesatuan wujud. Inti dari jaran ini adalah bahwa dunia fenomena ini hanyalah bayangan dari realitas yang sesungguhnya, yaitu Tuhan. Satu-satunya wujud yang hakiki adalah wujud Tuhan yang merupakan dasar dan sumber kejadian dari segala sesuatu. Dunia ini hanyalah bayangan yang keberadaannya tergantung dengan wujud Tuhan, sehingga realitas hidup ini hakikatnya tunggal.
Atas dasar seperti itu tentang Tuhan yang seperti itu, mereka berpendapat bahwa alam dan segala yang ada termasuk manusia merupakan radiasi dari hakikat Ilahi. Dalam diri manusia terdapat unsur-unsur ke –Tuhanan, karena merupakan pancaran dari Tuhan.
Dari konsep seperti ini lah para sufi dari tasawuf falsafi ini mempunyai karakteristik sendiri sehingga dapat di pukul rata bahwa semua konsep yang ditawarkan oleh para sufi falsafi ini adalah konsep wihdatul wujud, meskipun dalam penjabarannya mengalami perbedaan dan perkembangan yang berbeda antara sufi yang satu dengan sufi yang lain.
Seperti hanya dalam konsep emanasi, Ibn Arabi menggunakan bentuk pola akal yang bertingkat-tingkat, seperti; akal pertama, kedua, ketiga dan sampai akal kesepuluh. Dimana ia mencoba mengambarkan bahwa proses terjadinya sesuatu ini berasal dari yang satu, kalau meminjam bahasanya Plotinus ialah The One.
Kemudian konsep itu terus disempurnakan bahwakan mengalami kritikana dari sufi-sufi yang lain. Misalnya sufi yang memperbarui konsep ajaran Ibn Arabi ini ialah Mulla Shadra yang lebih mencoba menggunkan konsep yang rasional dengan istilah Nur yang mana ia mencoba merujuk dari al-qur’an sendiri bahwa Tuhan adalah cahaya dari segala cahaya..
Akan tetapi Mulla Shadra membedakan cahaya kedalam dua kategori yaitu cahaya yang tidak mempunyai sifat dan cahaya yang menunjukkan sebuah sifat dari barang itu. Misal cahaya yang menunjukkan sifatdari benda itu ialah cahaya lampu, matahari, cahaya lampu lalulintas dan lain-lain. Sedangkan cahaya yang tak menggandung dari sifat benda ialah cahaya Tuhan itu sendiri. Bahkan dalam bukunya Syekh Adurun Nafis menggabarkan bahwa Nur Tuhan bukan cahaya, jadi nur adalah nur bukan cahaya.
Bisa kita tarik kesimpulan bahwa tasawuf falsafi muncul dari ketakajuban para filsuf Islam yang mencoba mengombinasikan konsep ajaran dengan tasawuf. Atau bisa dikatakan konsep tasawuf dikemas dan dipandang dari segi kacamata filosofis, sehingga memunculkan ajaran-ajaran yang sifatnya lebih ke teoritis dan tak lepas dari pengaruh dari konsep emanasinya Plotinus.

Revolusi Ilmu Thomas Khun

A. Proses dan Sains yang normal
Sains yang normal adalah riset yang tegas berdasar atas satu atau lebih pencapaian ilmiah yang lalu, yang oleh masyarakat ilmiah pada suatu saat dinyatakan sebagai rujukan pada praktek selanjutnya.Atau menjelaaskan secara detail teori yang diterima, menerangkan banyak atau seluruh penerapannya yang berhasil dan membandingkan dengan eksprimen dan observasi langsung.Seperti, sebelum buku-buku menjadi populer pada abad ke19, banyak dari buku-buku klasik yang termasyhur tentang sains yang memenuhi fungsi yang serupa. Pencapaian yang memiliki dua karakteristik disebut paradigma yang erat kaitannya dengan sains yang normal yang bersama-sama mencakup dalil,teori, penerapan , dan istrumentasi yang akan menjadikan model-model, dari it lahirlah tradisi-tradisi tertntu dari riset ilmiah. Paradigma-paradigma yang jauh terspesialisasi sebagai ilustrasi, yang menstimulus untuk dipraktekkan dikemudian hari. Komitmen serta konsensus yang jelas serta yang dihasilkan merupakan prasyarat bagi sains yang norml, yaitu bagi penciptaan tradisi riset.
Pencapaian ilmiah yang kongkrit sebagai tempat komitmen profesional daripada konsep, dalil teori, dan acuan yang sangat vital. Dalam arti paradigma atau dialektika merupakan kesatuan fundamental dalam perkembangan sains, yang logisnya menjadi komponen-komponen atom yang berfungsi sebagai pengganti . Perolehan paradigma atau tipe riset yang langka sebagai indikator kematangan dalam perkembangan sains. Transformasi paradigma merupakan revulusi sains dan transisi yang berurutan dngan paradigma yang ssatu ke paradigma selanjutnya melalui revolusi suatu perkembangan sains yang telah matang. Definisi apapun dari ilmuwan yang mengecualikan, setidak-tidaknya harus lebih kreatif dan inovativ karena aliran yang lain dn penerusnya dari zaman modern akan mengecualikan juga.
Yang menjadi ciri-ciri pada tahap awal perkembangan sains adalah terciptanya alira-aliran baru. Tidak ada sejarah yang bis di interpretasi tampa adanya kumpulan teoritis dan metodologis yang saling berkolerasi lengkap yang harus adanya pemilihan, penilaian dan kritik. Karena jika kumpulan kepercayaan belum lengkap pengumpulan faktanya, maka harus dipasok dari luar oleh metafisika atau oleh sains yang lain serta oleh kejadian yang personal dan historis. Tidak mengherankan lagi, pada tahap-tahap awal perkembangan sains manapun dalam persepsi berbeda deretan masalah yang sama atau melukiskan dan menafsirkan gejala-gejala itu dengan cara yang berbeda, akan tetapi, perbedaan itu lambat laun akan semakin menghilang. Hilangnya perbedaan itu bisanya diawali dengan kemenangan salah satu aliran pra padigma, karena karesteristik kepercayaan dan persepsinya sendiri masih belum berubah informasi dan dalilnya yang relatif lemah. Agar dapat diterima sebagai paradigma sebuah teori harus lebih baik daripada saingannya, tetapi tidak perlu menerangkan semua fakta pada saingannya.

Agar paradigma itu dapat di terima oleh semua elemen dan melakukan pekerjaan itu lebih efektif harus ada semacam debat (sharing) dan juga memperjelas kepada para ilmuwan yang lain agar bisa yakin mereka berada di jalan yang benar-benar memotivasi para ilmuwan suatu pekerjaan yang lebih tepatdan belum banyak memahami hal tersebut serta lebih menonjol. Sehingga para ilmuwan dapat menyelidiki gejala yang lebih rinci dan menggunakannya lebih tekun, sistematis dan logis daripada yang di lakukan ilmuwan yang lain. Baik menyangkut pengumpulan fakta maupun pengutaraan teori agar lebih terarah (spektakuler-red), seperti yang di utarakan oleh Francis Bacon “kenaran lebih mudah muncul dari kesalahan ketimbang dari kekacauan”. Dan jika dalam perkembangan sains ke-alam-an seseorang atau kelompok mampu mengaplikasikan dari pempraktik generasi selanjutnya, maka secara berangsur-angsur aliran lama akan lenyap dengan sendirinya. Hilangnya alirang-aliran it sebagian di sebabkan pembelotan anggotanya klhghah pada paradigma yang baru. Walaupun pasti ada yang masih menganut pada salah satu pandangan yang lebih senior, hal ini akan dikeluarkan dari profesinya dan terlupakan karya-karya mereka.
Paradigma baru akan menyiratkan hal yang baru pula dan lebih kaku di bidangnya, mereka cenderung tetap, departemen filsafat akan melahirkan sain-sain khusus. Terkadang kesediaan menerima dan mentransformasikan kelompok yang awalnya hanya tertarik kepada studi alam kemudian menjadi profesi atau disiplin. Hal ini, berbeda dengan bidang-bidang yang lain seperti teknologi, hukum atau bidang yang lainnya. Karena yang menjadi prioritas yang utama berskala spesialisasi, pendirian masyarakat spesialis dan menuntut spesialisasi kurikulum seperti misalnya sebuah paradigma oleh kelompok. Ketika ilmuan percaya begitu saja tentang sebuah paradigma, ia tidak perlu lagi membangun kembali di bidangnya itu, hanya tetap dalam prinsip-prinsip pertama dan memperkuat setiap konsepyang diperkenalkan pertama kali. Ilmuan yang kreatif akan memulai risetnya di bagian atau yang ada dalam buku itu sehingga dapat memfokuskan pada aspek alami yang transparan dan isoterik, komunikerisetnya akan mulai berubah dengan cara evolusinya, tetapi prodak akhir modernnya menjadi realitas di masyarakat serta menyesalkan bagi semua orang. Sebaliknya, mereka hanya akan memberikan artikel-artikenya kepada rekan profesionalnya, orang yang mengerti dan paham tentang paradigma dan dapat terbukti dengan mempresentasikan dan mempertanggungjawabkan isi artikel-artikel tersebut. Sebagai wahana komunikasi, risetlah garis-garis profesionalisasi kelonggaran sehingga orang awam dapat mengikuti kemajuan dengan belajar, membaca, memahami dan mengaplikasikannya.
Paradigma adalah model atau pola yang di terima dan aspek namanya it telah memungkinkan pengambilan paradigma itu tidak semua benar dengan pengertian yang biusa digunakan untuk mendevinisikan paradigma. Dalam penerapan yang baku, paradigma berfungsi memperbolehkan replikasi contoh yang masing-masing pada prinsipnya dapat di ganti. Disisi lain, sebuah sains paradigma menjadi objek replikasi. Akan tetapi, keputusan yudikatif yang terima dalam hukum tak tertulis menjadi objek bagi pengutaraan dan rincian lebih lanjut dalam keadaan yang baru atau lebih radikal. Sains yang normal terdiri atas perwujudan janji yang dicapai dengan memperluas pengetahuan dengan fakta-fakta yang oleh paradigma ditalarkan sebagai pembuka pikiran dengan mencocokkan fakta-fakta dengan prakiraan paradigma dengan artikulasi lebih lanjut tentang paradigma itu sendiri.
Ada tiga fokus yang normal bagi penyelidikan faktual, ketiganya itu tidak selamanya jelas.yang pertama adalah kelas fakta-fakta yang telah diperlihatkan oleh paradigma yang akan menyingkap sifat sesuatu, paradigma ini sangat bermanfaat untuk menetapkan kecermatan yang lebih tinggi maupuan dalam situasi yang variatif. Kelas kedua, biasa tetapi lebih kecil dari penetapan-penetapan fakta walaupun cenderung tampak kepentingan yang hakiki namun dapat di bandingkan secara langsung dengan paradigma.
Dan kelas ketiga, adalah menyerap seluruh kegiatan pengumpulan data sains yang normal. Kelas ini meliputi empiris yang dilaksanakan untuk mengartikulasikan teori paradigma untuk memecah- menyelesaikan ambiguitas yang masih belum terselesaikan. Upaya-upaya mengartikulasikan paradigma bagaimanapun tidak dibatasi dengan determinasi konstanta universal. Suatu paradigma merupakan parasyarat bagi bagi penemuan-penemuan hukum.
Adapun ciri-ciri yang paling menonjol dari masalah riset yang normal betapa sedikitnya masalah yang di tujukan untuk menghasilkan penemuan baru yang besar dan konseptual.ekprimen di tujukan untuk mengartikulasikan suatu paradigma dan juga bisa menyerupai ekplorasi terutama sering di gunakan dalam periode-periode dan dalam sains yang lebih cenderung berurusan dengan aspek kualitatif daripada kuantitatif dari regularitas alam. Sering suatu Paradigma yang di kembangkan bagi satu perangkat gejala ambigus dalam penerapannya dengan yang lain yang sangat erat kaitannya. Kemudian eksprimen-eksprimen itu perlu memilih diantara cara-cara alternatif menerapkan Paradigma pada bidang perhatian yang lainnya. Tujuan prakiraan itu ialah untuk memperhatikan penerapan baru dari Paradigma atau untuk meningkatkan ketepatan suatu penerapan yang di buat.
Target sains yang normal hanya hal-hal yang baru yang besar dan nyata – jika kegagalan mendekati hasil yang di antisipasi itu merupakan kegagalan sebagai ilmuwan. Semestinya para ilmuwan, hasil-hasil yan di peroleh dalam riset yang normal itu signifikan karena merupakan tambahan bagi ruang lingkup dan presisi yang dapat di terapkan oleh Paradigma. Mengantarkan masalah riset yang normal kepada kesimpulan adalah mencapai apa yang di antisipasi dengan cara baru dan juga memerlukan pemecahan segala jenis tekateki instrumental, konseptual dan matematis. Orang yang berhasil membuktikannya adalah seorang pakar pemecah tekateki dan tantangan itu merupakan bagian yang vital. Tekateki adalah kategori khusus dari masalah-masalah yang digunakan untuk menguji keliahaian atau skill dalam pemecahannya. Karakteristik-karakteristik oleh tekateki dalam masalah sains normal perlu adanya klasifikasi dan spesialisasi dengan yang lain, yang di dapatkan oleh masyarakat ilmiah. Paradigma ialah kreteria untuk memilih masalah-masalah yang di anggap sudah wajar dan memiliki alternatif. Masalah yang lain masih banyak yang sebelumnya menjadi standart di tolak, karena di anggap masuk dalam metafisika, masuk kepada disiplin yang lain atau terkadang terlalu rumit sehingga hasilnya tidak memadai pada alokasi waktu yang di gunakan. Masalah dalam suatu Paradigma bahkan dapat menyekat masyarakat tersebut dari yang esensial, aspek sosial yang tidak di bentuk tekateki karena tidak dapat di gunakan sebagai alat konseptual dan instrumental yang di sediakan oleh Paradigma tersebut. Salah satu alasan sains yang normal tampak maju begitu pesat seperti para pempraktik memfokuskan perhatian mereka kepada masalah yang tidak dapat di pecahkan karena minimnya pengetahuan dan kecerdasan.
Masalah-masalah sains yang normal merupakan tekateki dalam pengertian.seseorang dapat tertarik pada sains karena hasrat untuk berguna untuk mengeksplorasi wilayah baru, harapan untuk menemukan tatanan dan dorongan untuk menguji pengetahuan yang mapan, motif-motif ini disertai juga untuk membantu mengatasi masalah-masalah tertentu yang artinya akan menyibukkan aktifitas mereka. Individu yang terlibat dalam riset yang normal tidak pernah menggerjakan yang manapun dari hal diatas. Yang kemudian menentang keyakinan bahwa ia pun cukup terampil dalam memecahkan tekateki yang belum di pecahkan oleh siapa pun. Diantara para tokoh yang besar banyak yang telah mencurahkan seluruh perhatian profesionalnya pada tekateki yang menentangnya. Setiap bidang spesialisasi tidak menyajikan yang lain untuk dikerjakan, suatu kenyataan yang membuatnya optimis dari pada jenis kecanduan yang pantas. Kesejajaran antara tekataki dan masalah sains yang normal akan di klasifikasikan sebagai pemecahkannya.juga kaidah-kaidah yang membatasi sifat pemecahan yang dapat diterima maupun langkah-langkah untuk memperolehnya.
B. Keunggulan Paradigma
Untuk menemukan hubungan antara kaidah, Paradigma dan sains yang normal perlu di perhatikan terlebih dahulu bagaimana histori yang mengisolasai tempat-tempat tertentu dari kometmen yang baru di jadikan kaidah-kaidah yang di terima. Penyelidikan histori yang cermat terhadap suatu spesialitaspada masa tertentu menyingkapkan seperangkat keterangan yang berulang-ulang yang di kuasai standart tentang berbagai teori dalam penerapan konseptual, observasional dan instrumental. Tentu saja selain itu, sejarawan akan menemukan daerah penumbrah yang ditempati pencapaian-pencapaian yang statusnya masih di ragukan. Meskipun kadang-kadang terdapat ambiguitas Paradigma-Paradigma masyarakat sains yang matang dapat di tentukan dengan relatif mudah. Tujuan laporan-laporan riset untuk menemukan unsur-unsur yang dapat di isolasi secara gamblang atau tersirat yang oleh masyarakat kemungkinan di ringkas dari Paradigma yang lebih global dan di gunakan sebagai kaidah-kaidah dalam riset. Mencari kaidah-kaidah lebih sukar ketimbang mencari Paradigma, diantara generalisasi yang di gunakan untuk melukiskan kepercayaan bersama dari masyarakat itu akan menimbulkan masalah. Namun yang lainnya, termasuk yang digunakan sebagai ilustrasi akan tampak begitu kuat. Dan jika perpaduan tradisi riset di pahami sebagai aspek kaidah-kaidah, harus ada rincian-rincian tentang dasar bersama dalam bidan yang sesuai. Akibatna, kumpulan pencarian kaidah yang berwenang membentuk tradisi riset normal tertentu menjadi sumber frustasi yan radik dan berkesinambungan.
Para ilmuwan sepakat bahwa para tokoh-tokoh terdahulu (seperti New Ton-red) telah menghasilkan pemecahan yang tampaknya permanen bagi sekelompok masalah penting. Namun kadang-kadang tanpa menyadarinya karakteristik-karakteristik abstrak tertentu yang menjadikan pemecahan itu permanen. Artinya, mereka sepakat dalam identifikasi mereka tentang paradigma tanpa sepakat dalam bahkan berupaya menghasilkan intepretasi dan rasionalisasi yang bulat tentang Paradigma. Riset yang normal dapat di tentukan sebagian oleh pemeriksaan langsung terhadap suatu Paradigma. Dan suatu proses sering di bantu tetapi tidak bergantung pada perumusan kaidah-kaidah asumsi. Suatu jenis yang sama dapat berlaku dalam berbagai teknik dan masalah riset yang timbul dalam tradisi sains yang normal. Apa yang menjadi kesamaan diantara mereka bukanlah menjadi hal yang dapat memenuhi suatu perankat kaidah dan asumsi yang jelas atau bahkan yang dapat di temukan seluruhnya, yaitu perangkat yang memberi karakter kepada tradisi yang menyebabkan suatu tradisi mempunyai tempat dalam pikiran ilmiah. Akan tetapi mereka bisa mempunyai pertalian karena kesamaan dan menjadi model bagi salahsatu bagian dari sekelompok sains yang oleh masyarakat telah diakui sebagai pencapaian-pencapaiannya yang telah mantap. Paradigma-Paradigma dapat menentukan sains yang normal tanpa adanya campurtangan kaidah-kaidah yang di temukan.
C. Anomasi dan histori Sains
Penemuan-penemuan bukanlah peristiwa asing, melainkan epesode yang di perluas dengan struktur yang terluang secara teratur. Penemuan di awali dengan kesadaran akan anomali, yakni dengan pengakuan bahwa alam dengan suatu cara telah melanggar pengharapan yang di dorong oleh paradigma yang menguasai sains yang normal yang kemudian dengan eksplorasi yang di perluas pada wilayah anomali dan akan berakhir jika teori paradigma telah di sesuaikan. Pengasimilasian suatu fakta jenis baru menuntut pada penyesuaian tambahan teori yang juga erat sekali hubungannya antara faktual dengan teoritis dalam penemuan ilmiah.
D. Krisis, munculnya teori Sains dan tanggapan
Setelah menemukan argumentasi bahwa dalam sains itu fakta dan teori, penemuan dan penciptaan tidak berbeda menurut kategori serta secara permanen dapat diantisipasi adanya lingkup. Kesadaran akan anomali memainkan peran dalam munculnya jenis-jenis gejala yang baru, maka tidak akan mengejutkan bahwa kesadaran yang serupa, tetapi lebih mendalam. Merupakan prasyarat bagi semua perubahan teori yang dapat diterima.
Sesudah mencapai status paradigma, teori ssains hanya di nyatakan tidak sahih jika ada calon alternatif untuk menggantikannya. Namun, tidak ada proses yang telah di singkapkan oleh study historis tentang perkembangan sains yang mirip dengan steriotipe pemalsual yang metodologis dengan perbandingan lansung denan alam. Tindakan mempertimbangkan yang mengakibatkan para ilmuwan menolak teori yang semula di terima, karena berdasarkan pada perbandingan teori dengan dunia. Menolak paradigma sekaligus merupakan putusan untuk menerima yang lain dan pertimbangan yang mengakibatkan putusan itu melibatkan perbandingan paradigma dengan alam ataupun satu sama yang lain. Dan alasan yang kedua, untuk meragukan bahwa para ilmuwan menolak paradigma karena dihadapkan pada anomali-anomali atau penggantinya. Alasan bagi keraguan semata-mata faktual, artinya alasan itu sendiri menggantikan teori epistemologi yang berlaku dan hal ini dapat menciptakan krisis atau memperkuat krisis yang benar-benar sudah ada.
E. Sifat, perlunya revolusi dan dampak Sains
Revolusi sains sebagai epesode perkembangan nonkomulatif yang di dalamnya paradigma yang lama di ganti seluruhnya (sebagian oleh paradigma baru yang bertentangan). Revolusi politik di bawa oleh kesadaran yang semakin tumbuh, yang sering terbatas pada suatu segmen dari masyarakat politik, bahwa lembaga-lembaga yang tidak lagi memadai untuk menghadapi masala-masalah yang di kemukakan oleh lingkungan yang sebagian di ciptakan oleh lembaga-lembaga itu. revolusi sains di bawa oleh kesadaran yang semakin tumbuh yang sering terbatas pada subdevisi yang sempit dari masyarakat sains, bahwa paradigma yang ada tidak lagi berfungsi secara memadai dalam eksplorasi suatu aspek dari alam. Perkembangan politik maupun sains, kesadaran akan adanya fungsi yang dapat menyebabkan krisis merupakan prasyarat bagi revolusi.
Revolusi politik bertujuan mengubah lembaga-lembaga politik itu sendiri. oleh sebab itu, keberhasilannya memerlukan pelepasan sebagian dari perangkat lembaga untuk di ganti oleh yang lain, dan masyarakat tidak sepenuhnya di perintah oleh lembaga tersebut. Mula-mula hanya krisis yang mengurangi lembaga politik, seperti menurunnya peran paradigma. Hal ini bertujuan berdemonstrasikan bahwa study historis tentang perubahan paradigma menyingkap karakteristik yang mirip dalam evolusi sains. Seperti pemulihan diantara lembaga-lembaga politik yang berkompetisi, pemilihan diantara pemerintah paradigma yang bersaingan ternyata merupakan pemilihan diantara modus-modus kehidupan masyarakat yang bertentanan. Karena yang memiliki karakter itu, pemilihannya tidak tidak dapat di tentukan dengan prosedur evaluatif yan menjadi karakteristik yang normal, sebab tergantung pada paradigma tertentu dan paradigma itu sedang di permasalahkan sebagaimana mestinya. Masuk pada debat paradigma maka perannya perlu sekuler untuk membela paradigma itu, sekuleritas yang dilibatkan itu menyebabkan argumen-argumen salah bahkan tidak berpengaruh.
F. Tak tampaknya revolusi dan pemecahannya
Tentu saja para ilmuan bukan satu-satunya kelompok yang melihat masalah disekelilingnya berkembang terus kearah keadaan sekarang yang menguntungkan. Motivasi untuk menulis sejarah kebelakang itu terdapat dimana-mana dan kekal. Akan tetapi, para ilmuan lebih terpengaruh oleh godaan untuk menulis. Mengulang sejarah karena hasil riset sains tidak menunjukkan kebergantungan yang nyata pada konteks historis dari ingkuiri, kecuali pada krisis dan revolusi karena kedudukan kontenporen ilmuan tampaknya begitu kokoh. Penurunan nilai kenyataan sejarah secara mendalam, fungsional, berakal dalam ideologi sains dan profesi yang sama yang memberikan nilai tertinggi pada rincian kenyataan jenis yang lain. Jiwa yang tidak historis pada masyarakat sains ketika ia mengatakan, rugilah sains yang buruk melupakan pendiriannya, namun ia tidak sepenuhnya benar karena sains kegiatan profesional lainmasih membutuhkan pahlawan sendiri serta melestarikan nama-nama mereka.
Hasilnya adalah kecenderungan yang terus-menerus membuat sejarah sains tampil lurus atau komulativ, bahkan mempengaruhi para ilmuan yang melihat kebelakang pada riset mereka sendiri.Sebenarnya masalah itu tampaknya tefikirkan oleh kebersamaan dan tata cara pemecahannya tampak tidak terfikirkan karya kreatifnya sendiri tidak terselesaikan. Hasilnya adalah reorientasi kearah bidang baru yang mengajari para ahli untuk menyajikan pertanyaan dan mengambil kesimpulan dari data-data lama.
Merekalah yang mula-mula belajar melihat sains dan dunia dengan cara yang berbeda dan kemampuan mereka untuk membuat transisi itu dimudahkan oleh keadaan yang tidak bisa anggota lain andil dalam proesinya.Tampak berubah degan sungguh-sungguh difokuskan pada masalah-masalah yang merangsang krisis dan kecenderungannya orang yang berbeda serta kemampuan untuk membuat transisi dimudahkan oleh dua keadaan yang diluar keadaan yang diluar kebiasaan bagi kebanyakan anggota lain dari profesinya. Biasanya mereka relatif muda atau baru dlam bidang yang dilanda krisis praktek dan kurang mendalam pandangannya pada dunia dan kaidah-kaidah yang ditetapkan oleh paradigma lama. Pekerjaan riset adalah pemecah teka-teki bukan untuk menguji paradigma. Sains berbeda dengan teka-teki dalam pemecahannya, situasi pengujian tidak pernah terjadi semata-mata karena perbandingan suatu paradigma dan alam akan tetapi terjadi karena adanya konpetesi diantara dua paradigma untuk memperebutkan dalam masyarakat sains.
Perubahan-perubahan paradigma menyebabkan para ilmuan berbeda dalam memandang dua riset. Salah satu jalan mereka kejalan itu melalui apayang mereka lihat.Prototipe-prototipe transformasi dunia ilmuan yang elementer seperti inilah yang menyebabkan demonstrasi perubahan dalam gestan visual yang dikenal sugestik. Setelah transformasi, meskipun biasanya bertahap dan hampir semuanya tidak dapat dibalikkan, nampak hal yang umum menyertai latihan sains. Eksprimen-eksprimen gestalt menggambarkan sifat transformasi persepsi tidak harus menerangkan peran paradigma atau eksprimen yang sebeumnya diasimilasikan dalam proses persepsi. Akan tetapi, hal itu terdapat kumpulan pustaka dan psikologi yang kaya.Subyek eksprimen yang mengen akan kaca mata yang dilengkapi lensa pembalik, mula-mula melihat dunia terbalik keatas atau bahkan pada permulaanya berfungsi seperti fungsi yang lebih dilatihkan tampa kaca mata yang akibatnya disorientasi yang ekstrim krisis personal yang gawat.
G. Kemajuan Revolusi Dan Pasca Wacana –1969
Selama periode paradigma, banyak aliran yang bersaingan, bukti kemajuan, kecuali didalam aliran-aliran sangat sukar ditemukan.Dalam periode revolusi ketika prinsip fundamental suatu bidang dipermasalahkan, keraguan tentang kemungkinan sinambungnya kemajuan diantara paradigma yang menentang ada yang diterima. Implikasinya, kemajuan itu hanya tampak nyata serta pasti dalam periode sains yang normal. Namun, selama periode itu masyarakat sains tidak dapat memandang buah karyanya dengan cara yang lain. Jika hanya kewenangan, dan khususnya jika kewenangan nonprofesional yang menjadi wasit dalam perdebatan paradigma maka hasil perdebatan itu bisa tetap revolusi tetapi bukan revolusi sains. Dasar eksistensi sains bergantung pada pemberian kekuasaan untuk memilih paradigma didalam anggota-anggota masyarakat jenis khususnya.
Setdak-tidaknya secara filosofis, arti kedua dari paradigma merupakan sumber utama berbagai kontaversi dan kesalapahaman.yang pertama berargumentasi bahwa, istilah seperti subyektif dan naluriah tidak tepat di terapkan pada komponen-komponen pengetahuan. Walaupun pengetahuan seperti itu, tanpa perubahan yang esensial, bukan subyek bagi parafrase dari segi kaidah dan kreteria, walaupun ia sistematis. Dalam kesimpulan yang lain mendesak agar orang-orang yang mempertahankan pandangan yang tidak dapat dibandingkan dianggap sebagai anggota-anggota masyarakat bahasa yang berbeda.
Paradigma ialah apa yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota seluruh masyarakat sains dan sebaliknya, masyarakat sains terdiri atas orang-orang yang memiliki suatu paradigma bersama. Masyarakat sains dapat dan seharusnya diisolasi tanpa terlebih dahulu minta bantuan kepada paradigma; kemudian dapat ditemukan dengan meneliti perilaku anggota-anggota masyarakat yang bersangkutan. Anggota senua masyarakat sains termasuk aliran-aliran dari periode praparadigma, memiliki jenis-jenis unsur yan secara kolektif yang berlebel “suatu paradigma”. Anggota-anggota masyarakat yang berbeda kadang-kadang memilih alat yang berbeda dan mengkritik pilihan orang lain. Dan revolusi adalah jenis khusus perubahan yang melibatkan jenis tertentu rekontruksi kometment-kometment kelompok (Paradigma dan struktur masyarakat). Dan masih banyak karakteristik-karakteristik secara esensial seperti paradigma sebagai konstelasi kometmen kelompok, paradigma dan contoh bersama, pengetahuan diam-diam dan naluri, eksemplar, kemustahilan dengan revolusi, revolusi dan relativisme dan sifat sains.

BAB III
Penutup
Kesimpulan
Kesimpulannya dari semua yang kami bahas adalah peran bagi sejarah dalam konteks paradigma sains dan revolusinya. Bapak yang mampu mendobrak segala paradigma sains adalah Thomas S. Kuhn. Dan dalam perjuangannya untuk mengaplikasikan segala bentuk kemajuan tidak lepas dari tantangan yang sangatlat urgen dan polemik.
A. Saran
Dan saran kami kepada semua lapisan, kami adalah manusia yang di beri akal pikiran dan nurani (hayawanun Natiq) yang semestinya belajar dan tak pernah mengenal lelah dan putus asa agar menjadi makhluk pilihan Tuhan yang Maha Agung. Kita sebagai makhluk sosial harus mampu berusaha dan berdoa untuk mau dan ada refleksifitasnurani untuk mengubah nasib yang lebih baik dengan cara trasformasi segala aspek kehidupan tanpa harus menyepelekan Tuhan sebagai Center dari segala permasalahan dan penyembahan.
Jika dalam tulisan kami terdapat tulisan dan tatabahas yang salah atau kurang bersahabat mohon dimaklumi karena kami hanyalah manusia yang tidak akan pernah lepas sampai kapanpun dari yang namanya salah dan lupa (Dosa). Selanjutnya kami banyak ucapkan terima kasih kepada segenap yang telah ikut serta membantu meminimalisir kesulitan kami khususnya dalam pembuatan makalah ini.
Wallahul muaffiq Ila aqwamitthoriq ……….!!!!

DAFTAR PUTAKA

_____ Henry D. Aiken, Abab Ideologi.Bentang, Jakarta 2002.
_____ AS. Hikam, Demokrasi dan Civil Society,Pustaka Pelajar 2001
_____ Tiga Narasi Agung, Bentang 2003
_____ Bertrand Russell, Sejarah Filsafat Barat. Pustaka pelajar, 2002
_____ Peterl. Berger, Langit Suci (Agama sebagai kreatifitas Sosial). LP3S Jakarta 1991
_____ Prof. DR. K. Berten S. Sejarah Filsafat Yunani; dari Thales ke Aristoteles. Kanisius 2001
_____ Thomas S. Kuhn The structure of Scientific Revolution (Peran Paradigma dalam Revolusi Sains). Rosda, Bandung 2000

2.17.2008

Atomisme logis Bertrand Russel

Segala puji bagi Allah, yang masih memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah filsafat kontemporer yang berjudul Konsep Atomisme Bertrand Russel, yang merupakan suatu makalah yang didalamnya dijelaskan konsep-konsep Bertrand Russel untuk melawan idealisme kaum Hegelian, yakni dengan analisa logiknya dan disertai sintesa logik, yang termuat dalam konsep Atomisme Logik.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan pada Nabi Muhammad SAW, yang telah memberikan petunjuk bagi kaumnya. Sehingga bisa terlepas dari zaman kegelapan menuju pencerahan.
Kepada Drs. Sunantri tak lupa penulis ucapkan banyak terimakasih atas bimbingan dan motivasinya. Akhirnya, semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca pada umumnya dan penulis khususnya.

Surabaya, 9 Juni 2007

SlendangWetan R.S

BAB I
PENDAHULUAN

Atomisme Logik adalah suatu faham atau ajaran yang berpandangan bahwa bahasa itu dapat dipecah menjadi proposisi-proposisi atomik atau proposisi- proposisi elementer, melalui teknik analisa logik atau analisa bahasa. Setiap proposisi atomik atau proposisi elementer itu tadi mengacu pada atau mengungkapkan keperiadaan suatu fakta atomik yaitu bagian terkecil dari realitas. Dengan pandangan yang demikian itu, kaum Atomisme Logik bermaksud menunjukkan adanya hubungan yang mutlak antara bahasa dengan realitas.
Pada umumnya para peminat filsafat analitik mengenal konsep Atomisme Logik ini melalui dua kepustakaan. Sumber kepustakaan pertama adalah hasil karya Bertrand Russel yang bertujuan Logic and Knowledge. Karya tersebut merupakan kumpulan artikel yang pernah ditulis Russel dalam majalah The Monist pada 1918 dan 1919. sumber kepustakaan kedua adalah Tractatatus Logico-Philosophicus yang ditulis Ludwig Wittgenstein pada saat berkecamuknya Perang Dunia Pertama, yaitu antara 1914 sampai 1918.namun konsep Atomisme Logik dari Ludwig Wittgenstein itu baru dikenal pada 1921 dalam edisi bahasa jerman, Logisch Philosophische Abhandlung. Setahun kemudian barulah dipublikasikan dalam bahasa Inggris, dengan judul Tractatus Logico-Philosophicus.

BAB II
PEMBAHASAN
KONSEP ATOMISME LOGIK BERTRAND RUSSEL (1872-1970)

Karya Russel sangat berpengaruh dalam perkembangan filsafat pada abad dua puluh.Sumbangan paling pentingnya adalah logika matematika dan filsafat logika. Dengan Alfred North Whitehead ia menulis Principia Mathematika, yang di dalamnya dikemukakan sistem logika yang menghasilkan matematika, dengan demikian mereduksi matematika pada logika. Ia mengembangkan dua teori, Teori Bentuk dan Teori Diskripsi, dan memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan kebenaran, makna dan kepercayaan. Kuliah pertamanya mengenai Atomisme Logik dimulai dengan deklarasi bahwa “dunia memuat fakta-fakta, yang berwujud seperti apa yang kita pikirkan mengenai mereka.” Meskipun kemudian ia memodifikasi doktrinnya tentang Atomisme Logik, teori itu tetap menjadi dasar konsepsi mengenai realitas sepanjang sisa perkembangan filosofisnya. Dalam matematika disyaratkan bahwa setiap unit harus dikenali dan diketahui sebelum hubungannya dengan unit lain dipahami. Karena itu Russel mengemukakan pandangan atomis dan realis yang mengakui pluralitas segala sesuatu yang tidak bergantung pada pikiran dan secara internal tidak berhubungan seperti dalam sistem Hegelian.
Pada mulanya Russel mengikuti garis pemikiran Moore sebagai upaya untuk menentang pengaruh kaum Hegelian di Inggris dengan bertitik tolak pada akal sehat (common sense). Namun dalam perkembangan pemikiran selanjutnya, Russel mengambil jalan yang berbeda dengan jalan yang ditempuh Moore. Bagi Russel penggunaan bahasa biasa bagi maksud filsafat sebagaimana yang diinginkan Moore, tidaklah tepat. Sebab Russel tidak sekedar bermaksud mengarahkan teknik analisa yang diajukan oleh Moore itu untuk menentang ungkapan kosong dari kaum Hegelian, akan tetapi Russel dengan mencoba untuk membentuk filsafat yang bercorak ilmiah dengan cara “menerapkan metode ilmiah pada filsafat” oleh karena itu ia menegaskan:
“Dalam percobaan yang dilakukan secara serius, tidaklah selayaknya kita tempuh dengan menggunakan bahasa biasa, sebab susunan bahasa biasa itu selain buruk, juga bermakna ganda arti. Oleh karena itu saya bermaksud meyakinkan bahwa sikap bersikeras atau kepala batu untuk tetap menggunakan bahasa biasa dalam mengungkapkan pemikiran kita adalah penghalang besar bagi kemajuan filsafat.”
Oleh sebab itu tidak heran jika Russel menentukan titik tolak pemikirannya berdasarkan bahasa logika. Sebab ia berkeyakinan bahwa teknik analisa yang didasarkan pada bahasa logika itu dapat menjelaskan struktur bahasa dan struktur realitas.
Analisa logik ini mengandung pengertian, suatu upaya untuk mengajukan alasan a priori yang tepat bagi pernyataan, sedangkan sintesa logik berarti menentukan makna pernyataan atas dasar empirik. Dengan cara yang demikian, Russel menerapkan teknik analisa bahasa untuk memecahkan masalah filsafat. Namun Russel lebih mendahulukan analisa logik dari pada sintesa logik, karena teori yang melulu bersifat empirik (didasarkan atas fakta) tidak dapat menjangkau hal-hal yang bersifat universal. Ia memperkenalkan istilah data indera untuk hal-hal seperti warna, bau, kekerasan, kekasaran dan seterusnya dan mengundang kesadaran kita dengan sense datum a sensation (sensasi akan data indera). Ia membedakan antara apa yang disebutnya dengan pengetahuan dan pengenalan dan pengetahuan dan deskripsi. Ia berargumen bahwa kita tidak secara langsung berkenalan dengan obyek-obyek fisik tetapi menyimpulkan obyek-obyek seperti meja, pohon, anjing, rumah dan orang-orang dari data indera. Kesulitannya di sini ialah bagaimana inferensi dibuat dari data indera untuk sebuah entitas yang memenuhi penjelasan common sense tentang obyek fisik. Bagi Russel kebenaran bersifat logik dan matematik yang diungkapkan dalam analisa logik “meyakinkan kita untuk mengakui keperiadaan sifat-sifat ‘universal’yang tak terubahkan, padahal banyak teori yang bersifat empiric murni tidak dapat mempertanggungjawabkan hal seperti itu.”
Oleh karena itu Russel menganjurkan kita untuk mencari teori ilmu pengetahuan yang lain dari pada empirik murni. Pandangan yang demikian inilah agaknya membuat Russel lebih semangat untuk membentuk bahasa yang ideal bagi filsafat dengan didasarkan pada bentuk logika atau disebut dengan bahasa logika.
Hal ini tersimpul dalam ucapannya yang berbunyi: “Yang menyebabkan saya menamakan doktrin Atomisme Logik ialah karena atom-atom yang ingin saya peroleh sebagai hasil dari analisa terakhir bukan merupakan atom fisik, melainkan atom logik”.

1. Corak Logik (Logical Types)
Dengan bertitik pada bahasa logika, Russel bermaksud menentukan corak logik yang terkandung dalam suatu ungkapan. Russel mensinyalir adanya perbedaan corak logic melalui perbandingan antara dua kalimat yang struktur bahasanya sama, namun memiliki struktur logik yang berbeda. Penjelasan Russel mengenai suatu pengertian atau suatu istilah yang memiliki corak logik yang sama diungkapkannya melalui contoh berikut: A dan B hanya dapat dikatakan memikiki corak logic yang sama, jika unsur A mengandung kesesuaian dengan unsure B, sehingga akibat yang berlaku atau lawan bagi B dapat digantikan pada A. kita ambil suatu taswir, Socrates dan Aristoteles memiliki corak yang sama, sebab “Socrates adalah seorang filosof” dan “Aristoteles seorang filosof”, keduanya mengandung fakta yang sama (sama-sama filsuf).
Dua istilah yang dianggap memiliki corak logik yang sama bukan lantaran istilah tersebut dipandang menurut berbagai penafsiran yang mungkin dikenal bagi istilah itu. Tetapi yang lebih ditonjolkan disini adalah aspek logik yang didukung oleh fakta tertentu, sehingga kita dapat menarik kesimpulan yang logik pula bagi istilah yang diperbandingkan.

2. Prinsip Isomorfi (Kesepadanan)
Menurut pandangan Russel, seluruh pengetahuan hanya dapat difahami apabila diungkapkan dalam bentuk bahasa logika. Keyakinan itu diwujudkannya dalam karya yang disusunnya bersama A.N. Whitehead, yaitu Principia Mathematica. Dalam karya tersebut, kedua filosof ini memperlihatkan bahwa “konsep-konsep matematika dapat didefinisikan dengan menggunakan istilah logika saja, dan dalil matematik dapat dibuktikan dengan hanya menggunakan definisi dan prinsip logika”. Russel berkeyakinan, dengan memadukan prinsip matematik kedalam prinsip logika, ia mampu memecahkan persoalan filsafat. Kecenderungannya untuk menerapkan metode ilmiah dengan bertitik tolak pada prinsip logika pada bidang filsafat inilah yang merupakan inti dari konsep Atomisme Logik. Sebab upaya untuk mengungkapkan pengetahuan yang benar kedalam bentuk pernyataan yang benar atas dasar prinsip logika telah membawa Russel memasuki wilayah analisa bahasa.
Menurut Russel analisa bahasa yang benar itu dapat menghasilkan pengetahuan yang benar pula tentang dunia, karena unsur paling kecil dari bahasa (proposisi atomik) merupakan gambaran unsur paling kecil dari dunia fakta (fakta atomik) atau ada isomorfi (kesepadanan) antara unsur bahasa dan kenyataan.
Sehubungan dengan prinsip isomorfi adalah, kecenderungan pandangan Russel kearah metafisika. Sebab “mengatakan bahwa dunia dapat diasalkan kepada fakta atomik, jelas sekali merupakan suatu pendapat metafisik.” Inilah sesungguhnya tujuan utama yang terkandung dalam prinsip isomorfi itu. Metafisika yang terdapat dalam teori Russel ini merupakan suatu “Pluralisme radikal”, sebab realitas atau dunia fakta itu dipecah menjadi fakta atomik. Corak pandangan metafisik yang didasarkan atas analisa bahasa ini merupakan cirri khas yang menandai kaum Atomisme Logik, dan kelak akan diperkuat oleh Wittgenstein.

3. Proposisi Atomik dan Proposisi Majemuk
Pembahasan Russel mengenai Proposisi Atomik dan Proposisi majemuk berkaitan erat dengan upayanya untuk menjelaskan kesepadanan antara struktur bahasa dengan struktur realitas. Sebab bahasa yang dianggap sebagai keseluruhan dari proposisi atomik tidak hanya mengacu pada fakta atomik yang merupakan unsur yang membentuk realitas, tetapi bahasa itu juga merupakan “lahan” yang akan dikerjakan melalui teknik analisa logik. Bahasa, khususnya bahasa filsafat dapat mencerminkan realitas sejauh dapat dilakukan analisa logik yang diikuti dengan sintesa logik, sehingga diperoleh proposisi yang paling sederhana yang mengacu pada fakta yang paling sederhana pula, fakta atomik yaitu proposisi atomik. Setiap proposisi itu pada hakikatnya mengacu pada dua hal yaitu “data inderawi (particularia) yang merupakan hasil persepsi konkrit individual, dan sifat atau hubungan (universalia) dari data inderawi itu tadi.” Ia membedakan dua jenis proposisi, atomik dan majemuk, kebenaran atau kekeliruan proposisi majemuk ditentukan oleh kebenaran atau kekeliruan proposisi atomik yang kedalamnya proposisi tersebut dapat dianalisa, sementara kebenaran proposisi atomik ditentukan dengan merujuk pada fakta yang digambarkannya.
Menurut Russel, suatu proposisi (dapat bernilai benar atau salah) yang menjelaskan suatu fakta atomic itu dinamakan Proposisi atomik. Proposisi atomik ini merupakan bentuk proposisi yang paling sederhana, karena sama sekali tidak memuat unsur-unsur majemuk. Misalnya: x adalah yang (ini adalah putih) atau xRy (ini berdiri disamping itu). Setiap proposisi atomik itu mempunyai arti atau makna sendiri-sendiri yang terpisah satu sama lain. Dengan memberikan kata penghubung seperti “dan” atau “atau”, maka kita dapat membentuk suatu proposisi majemuk. Russel mengajukan contoh untuk menjelaskan proposisis atomik dan proposisi majemuk itu seperti berikut:
“Socrates adalah seorang warga Athena yang bijaksana. Ini merupakan proposisi majemuk yang terdiri dari dua fakta atomik, yaitu:
1. Socrates adalah seorang warga Athena, dan
2. Socrates adalah seorang yang bijaksana”.
Kedua proposisi atomik itu membentuk proposisi majemuk setelah dihubungkan dengan kata “yang”.
Menurut Russel , kebenaran atau ketidakbenaran suatu proposisi molekuler atau proposisi majemuk ini tergantung pada kebenaran atau ketidakbenaran proposisi atomik yang terdapat didalamnya. Atau dengan kata lain proposisi majemuk itu merupakan, “fungsi kebenaran” dari proposisi-proposisi atomik. Sebab tidak ada fakta majemuk yang ada halnya dengan fakta atomik.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Menurut Russel kerancuan bahasa filsafat itu timbul, lantaran kebanyakan filsuf menggunakan bahasa biasa untuk menyampaikan maksud-maksud filsafat. Padahal, menurut Russel, susunan bahasa biasa itu selain buruk juga didalamnya terdapat ambiguity. Oleh karena itu Russel menganjurkan penggunaan bahasa ideal bagi filsafat. Bahasa ideal yang dimaksudkan adalah, bahasa yang disusun atas dasar sistem logika. Bahasa filsafat yang bercorak demikian itu akan mempunyai makna yang terbatas, sekaligus terhindar dari kekaburan makna.
Penguasaan logika menjadi syarat penting sebelum kita melontarkan pernyataan-pernyataan falsafati.menurut Russel, tugas filsafat pada hakikatnya adalah analisa logik yang diikuti oleh sintesa logik. Baik dalam analisa menguraikan atau memilah-milahkan pernyataan maupun dalam sintesa memadukan unsur-unsur realitas senantiasa didasarkan atas logika, karena bahasa logika itu selalu mementingkan struktur logis yang dikandung dalam suatu ungkapan, tidak hanya pada struktur bahasa atau tatabahasanya semata. Suatu pernyataan yang diletakkan pada kerangka bahasa logika dapat diperiksa benar atau salahnya berdasarkan komponen-komponen yang yang membentuk pernyataan tersebut, ini dinamakan fungsi kebenaran (truth function). Bilamana kebenaran atau kesalahan dari suatu pernyataan yang komplek (pernyataan yang terdiri atas dua atau lebih pernyataan yang sederhana) dapat ditentukan sendiri berdasarkan kebenaran dan kesalahan dari unsur-unsur pernyataan tersebut, maka inilah yang dinamakan suatu fungsi kebenaran dari unsur-unsur pernyataan, untuk membimbing kita kearah cara berfilsafat yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Bertens, K. Filsafat Barat Dalam Abad XX, Jakarta: Gramedia, 1981

Collinson, Diane, Lima Puluh Filosof Dunia Yang Menggerakkan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001

Hamersma, Harry, Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern, Jakarta: Gramedia, 1983

Mustansyir, Rizal, Filsafat Analitik, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995

Schilpp, P, The Philosophy of Bertrand Russel, Cambridge: Cambridge University Press, 1944
Wittgenstein, Ludwig, Tractatus Logico-Philosophicus, London: Routledge & Kegan Paul Ltd, 1963

Pemikiran Politik Jamaluddin Al-Afghani

A. Riwayat Hidup Jamaluddin al-Afghani
Nama sebenarnya ialah Jamaluddin Bin Safdar tetapi beliau lebih dikenali dengan nama Jamaluddin Al Afghani. Nasabnya sampai kepada Ali Al-Tirmidzi, seorang ahli hadist yang terkenal, lalu terus sampai nasabnya kepada Saiyidina Hasan Bin Ali Bin Abi Talib . Keluarganya berkuasa dan memerintah sebahagian tanah Afghanistan hingga akhirnya kekuasaan mereka dirampas oleh Raja Muhammad Khan. Bapak dan keluarganya pun dipindahkan ke kota Kabul.

Jamaluddin al-Afghani dilahirkan disebuah kampung bernama Asad Abad dalam jajahan negeri Iran pada tahun 1839 Masehi. Semasa kecil Jamaluddin telah mendapat didikan agama yang mantap. Beliau berbakat dan cerdas, pintar dan berwawasan tinggi. Mulanya beliau belajar ilmu bahasa Arab seperti nahwu, sharaf dan sastra lalu mengkaji pula ilmu-ilmu syariat seperti tafsir, hadist, fiqih, ushul fiqh, ilmu kalam, tasawuf, sejarah, falsafah, mantik, politik, akhlak, ilmu jiwa, ilmu falak dan teori-teori kedoktoran serta ilmu kajian tubuh manusia.

Setelah itu, Jamaluddin merantau ke negeri India dan di sanalah beliau belajar ilmu matematika. Pada tahun 1857 Masehi, Jamaluddin telah pergi menunaikan ibadah Haji dan tinggal di Hijaz selama setahun. Setelah itu beliau telah merantau ke Baitulmaqdis. Semasa pengembaraannya ke negeri-negeri Islam pada waktu itu Jamaluddin berasa sangat sedih sekali mengenangkan keadaan yang menimpa umat Islam di negeri-negeri yang dilewatinya. Sekembali ke negerinya, Jamaluddin telah berkhidmat dengan pemerintah. Dalam masa pemerintahan inilah Inggris telah memainkan jarum untuk memecah belahkan rakyat dengan rajanya hingga terjadi fitnah diantara keluarga raja sendiri sehingga akhirnya Mohammad A'azam Khan dapat menguasai kota Kabul dan Jamaluddin dilantik menjadi orang pertama bertanggungjawab menasihatkan pemerintah Mohammad A'azam Khan . Dengan sebab fitnah-fitnah, usaha-usaha jahat yang dilakukan oleh Inggris itu telah menjadikan Jamaluddin sangat benci terhadap kerajaan Inggris.

Akhirnya Pemerintah Muhammad A'azam mengalah dan lari ke negeri Iran. Walaupun Jamaluddin tidak ikut sama melarikan diri tetapi akhirnya membuat keputusan untuk keluar meninggalkan tanah airnya.

Jamaluddin tidak menetap di sebuah negeri saja, beliau berpindah-pindah menyebarkan seruannya ke mana saja beliau pergi. Beliau telah melawat negara-negara Arab, Mesir, Turki, Iran, Iraq, negeri Eropa, Rusia, Inggris dan dari Paris hingga ke Amerika.

Jamaluddin telah menulis masalah dan krisis di surat-surat kabar di negeri Arab dan Eropa. Beliau fasih dalam berbahasa Arab, Parsi, Turki, Inggris, Perancis dan Rusia hingga menyebabkan beliau mudah berkomunikasi dengan ahli-ahli fikir dan tokoh-tokoh sastra, falsafah dan politik di Timur dan di Barat.

Pengalaman, pemikiran serta keahliannya menjadikan beliau sebagai seorang tokoh besar dunia di waktu itu. Ketika beliau berada di Mesir, beliau telah bertugas di University AI Azhar. Disebabkan pengaruhnya yang mendalam serta pengalamannya yang sangat meluas, kuliah-kuliahnya telah mendapat sambutan yang hangat dari golongan cerdik pandai.

Di mana tempat pun beliau memberi kuliahnya, maka orang ramai akan datang membanjiri tempat itu. Semasa di Mesir, Jamaluddin telah memberi semangat dan dorongan kepada siapa saja. Seorang daripadanya ialah Saud Zaghlul Pasha yang ingin membebaskan negerinya dari kuasa penjajahan dan seorang lagi ialah Shaikh Mohammad Abduh yang menjadi muridnya yang setia.

Pada tahun 1870 Jamaluddin al-Afghani di angkat menjadi Dewa Pendidikan Usmaniah resmi yang reformis.

B. Konsep Politik Al-Afghani
Selama di Mesir Jamaluddin al-Afghani mengajukan konsep-konsep pembaharuannya, antara lain yang pokoknya :
a. Musuh utama adalah penjajah (Barat),
b. Ummat Islam harus menantang penjajahan dimana dan kapan saja.
c. Untuk mencapai tujuan itu ummat Islam harus bersatu (Pan-Islamisme).

Pan-Islamisme bukan berarti leburnya kerajaan-kerajaan Islam menjadi satu, tetapi mereka harus mempunyai satu pandangan bersatu dalam kerjasama. Persatuan dan kerjasama merupakan sendi yang amat penting dalam Islam. Persatuan Islam hanya dapat dicapai bila berada dalam kesatuan dan kembali kepada ajaran Islam yang murni yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.

Untuk mencapai usaha-usaha pembaharuan tersebut di atas :
a. Rakyat harus dibersihkan dari kepercayaan ketakhayulan
b. Orang harus yakin bahwa ia dapat mencapai tingkat atau derajat budi luhur.
c. Rukun iman harus betul-betul menjadi pandangan hidup
d. Setiap generasi umat harus ada lapisan istimewa untuk memberikan pengajaran dan pendidikan pada manusia yang bodoh dan memerangi hawa nafsu jahat dan menegakkan disiplin .
Dari Mesir, Jamaluddin al-Afghani pergi ke Turki dan tokoh-tokoh terkemuka di sana sangat terpengaruh oleh pengajaran-pengajarannya. Pada tahun 1871 beliau kembali ke negeri Mesir untuk membangkitkan kegemilangan umat Islam dan ajaran-ajarannya. Beliau juga mengkhidmatkan dirinya dalam kerja-kerja kebajikan dan pendidikan. Beliau telah mendesak pihak yang mengiktirafkan bahasa Urdu sebagai bahasa pengantar dalam pemerintah, bahkan menjadikannya sebagai bahasa rasmi negara.

Akibat dari keberaniannya itu beliau telah ditangkap lalu di bawa ke Culcutta. Dari sana Jamaluddin di bawa ke Inggris.

Dikota Paris, Jamaluddin telah mengasaskan Badan "Pertubuhan Alurvatul Vusuka" lalu menerbitkan sebuah akhbar mingguan dalam bahasa Arab yang bertujuan untuk mengobarkan gerakan Pan-Islamisme. Faham yang hendak ditanamkan oleh Jamaluddin al-Afghani akan menjadi mangsa penjajahan Barat satu demi satu kecuali mereka mengorak langkah untuk menyatukan tenaga untuk mengalahkan cita-cita mereka yang jahat itu.

Dari kota Paris Jamaluddin Al Afghani telah ke Moscow dan kemudian ke bandar St.Petersburg. Dimana beliau telah tinggal lebih dari empat tahun. Di sana beliau berjaya membujuk Maharaja Czar Russia bagi membenarkan rakyatnya yang beragama Islam supaya menerbitkan Kitab Al Qur'an dengan bebas serta buku-buku agama yang lain. Al Afghani telah menekankan satu hakikat bahawa keteguhan sebuah negara tidak bergantung kepada tentaranya melainkan semangat rakyatnya.

Bentuk pengajaran Jamaluddin Al Afghani terdapat dua kesimpulan. Pertama beliau menekankan supaya pengajaran agama Islam itu diperbaiki supaya sesuai dan dapat mengikuti tamadun moden dan kedua bertujuan untuk membebaskan negara Islam dari kekuasaan Barat. Beliau berpendapat bahwa umat Islam telah merosot akhlaknya dan lemah semangat serta dikuasai oleh hawa nafsu yang buas. Beliau menaruh keyakinan penuh bahwa kekuasaan Barat kepada negara Islam adalah amat bahaya dengan keadaan demikian. Jika umat Islam tidak berubah, mereka pasti akan menerima nasib yang lebih buruk lagi. Oleh yang demikian umat Islam hendaknya bangkit untuk kembali pada agama dan diri mereka sebagai umat yang mulia lagi terpuji .

Peran Al-Afghani dalam gerakan refor¬masi tertuang dalam beberapa sasaran dari diterbitkannya “Al-Urwa al-Wustqa” di Paris bersama Syaikh Muhammad Abduh di antaranya:
a) pertama, se¬nantiasa membantah tuduhan Barat yang ditujukan kepada orang Islam dengan memutarbalikkan propaganda Barat yang menyatakan bahwa kaum muslimin tidak akan bangkit, selama mereka masih berpegang teguh pada agamanya.
b) Kedua, memaparkan bagi orang-orang Timur realita dan rahasia-rahasia internasional, agar mereka tahu rencana politikus Eropa terhadap Islam. Sehigga, orang-orang Timur tidak mudah terpengaruh oleh propaganda yang mereka gembar-gemborkan.
c) Ketiga, memperkuat hubungan antarumat Islam dan memberikan penjelasan tentang asas-asas solidaritas, untuk menepis intervensi politik luar dan juga seruan untuk menggali khazanah ajaran agama serta menjauhi fanatisme kelompok atau golongan. Selain beberapa sasaran yang termak¬tub di atas, dalam gerakan reformasi, Al-Afghani mempunyai agresivitas untuk menjadikan pemerintahan Islam menjadi satu. Akan tetapi semangat ini tidak mendapat dukungan. Maka kembali ia menyerukan untuk saling tolong menolong antara raja-raja di negara Islam, agar mengatur daerah-daerah kekuasaanya sesuai dengan norma agama. Sedangkan idiologi yang beliau tawarkan adalah agama sebagai balance umat yang di dalamnya terdapat kebahagiaan, kemenangan dan mobilisasi kehidupan. Sementara atheisme adalah bakteri keburukan, penyebab destruksi negara dan umat. Selain itu, dalam perjalanannya beliau sering menawarkan konsep musyawarah, demokrasi dan keadilan dalam pemerintahan .

Malang melintang ke berbagai negara ia lakukan demi tercapainya renaisance (kebangkitan) dunia Islam. Proyeknya itu kemudian dikenal dengan "Pan Islamisme", sebuah gagasan untuk membangkitkan dan menyatukan dunia Arab khususunya, dan dunia Islam umumnya untuk melawan kolonialisme Barat, Inggris, dan Perancis khususnya yang kala itu banyak menduduki dan menjajah dunia Islam dan negara-negara berkembang.

Secara umum, inti Pan-Islamisme Jamaluddin itu terletak pada ide bahwa Islam adalah satu-satunya ikatan kesatuan kaum Muslim . Jika ikatan itu diperkokoh, jika ia menjadi sumber kehidupan dan pusat loyalitas mereka, maka kekuatan solidaritas yang luar biasa akan memungkinkan pembentukan dan pemeliharaan negara Islam yang kuat dan stabil. Berbagai kalangan, seperti ditulis pakar sejarah Azyumardi Azra dalam Historiografi Islam Kontemporer, menilai ide Jamaluddin itu sebenarnya sebagai entitas politik Islam universal. Mau tak mau, ia pun bersentuhan langsung dengan para penjajah itu.

Dengan gagasannya ini, Al-Afghani mengubah Islam menjadi ideologi anti-kolonialis yang menyerukan aksi politik menentang Barat . Baginya, Islam adalah faktor yang paling esensial untuk perjuangan kaum Muslim melawan Eropa, dan Barat pada umumnya. Namun demikian, pada saat yang sama Al-Afghani juga mendukung ide semacam nasionalisme, lebih tepatnya "nasionalitas" (jinsiyyah) dan "cinta tanah air" (wathaniyyah). Sepintas, dua gagasan ini boleh jadi kontradiktif dengan gagasannya tentang Pan-Islamisme. Namun, tampaknya Jamaluddin tak ambil pusing. Baginya, bila dua 'entitas' itu dapat disatukan menjadi sebuah kekuatan besar yang dapat merubah nasib dunia Islam.

KESIMPULAN
Dari uraian isi makalah ini, maka pemakalah dapat menyimpulkan bahwa pemikiran yang dimiliki oleh Jamaluddin al-Afghani tentang konsepnya yaitu Pan-Islamisme. Mulanya adalah karena dia telah melihat ketidakadilan dan juga adanya para penjajah yang telah membuat risau masyarakat india pada waktu itu. Nah? Dalam kesempatan itu Jamaluddin ini mulai terang-terangan mengancam keras tindakan yang di lakukan oleh penjajah Barat. (Inggris red).

Setelah itu Jamaluddin akhirnya berhasil mengusir penjajah barat karena berkat atas prakarsanya yaitu model pemikirannya yang membuat heboh rakyat India pada waktu itu. Oleh karena itu Jamaluddin dijuluki sebagai Bapak Pembaharuan.

PENUTUP
Demikianlah ulasan mengenai tokoh pemikir Islam di Abad Modern. Banyak sekali tokoh-tokoh yang sepadan dengan Jamaluddin al-Afghani, namun caranya yang berbeda-beda dalam penerapannya.

Jamaluddin al-Afghani merupakan figur besar dalam dunia Muslim. Penekanannya Islam merupakan kekuatan yang sangat penting untuk menangkal Barat dan unutk meningkatkan solidaritas kaum Muslim.

Akhirnya penulisan makalah sampai disini dulu mudah-mudahan ada manfaatnya amiin.


DAFTAR PUSTAKA
v Rais.Amin, Islam dan Pembaharuan, PT.Raja Grapindo Persada, Jakarta;1995

v Siriyeh Elizabeth, Sufi dan Anti Sufi, PT. Pusataka Sufi, Yogyakart; 2003.


v Asmuni.Yusran, Pengantar Studi dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam, PT.Raja Grafindo Persada,Jakarta;1996

v Webset,galeria @ KotaSantri.com

2.15.2008

Salam Kenal



Kenalkan aku, aku adalah pengada yang ada karena diadakan oleh Ada dan pengada lainnya termasuk kalian. Aku pengada yang terlempar dalam dunia pengada ini dalam keadaan menjadi mahasiswa di PTN Surabaya. Aku ingin aklian ada bagiku dan aku ada bagi kalian. Maka bergabunglah dalam Blognya orang goblok.
Wassalam.......
SlendangWetan

Kibod Arabi

Dapatkan Free Graph Quotes