Selamat datang di SlendangWetan Institut, Blognya orang yang "sadar diri" !

1.25.2010

Fatima Mernissi


Agama selalu bisa dimanipulasi SATU kepedihan membuat Mernissi menggugat kedudukan perempuan dalam Islam. Nyeri itu muncul, saat dia remaja, dan mendengar hadits yang dibacakan gurunya: “Anjing, keledai dan perempuan akan membatalkan salat seseorang apabila mereka melintas di depan, menyela antara orang yang salat dan kiblat.”

“Perasaan saya amat terguncang mendengar hadits semacam itu, saya hampir tak pernah mengulanginya dengan harapan, kebisuan akan membuat hadits ini terhapus dari kenangan saya. Saya selalu bertanya, bagaimana mungkin Rasullullah mengatakan hadits semacam ini, yang demikian melukai saya… Bagaimana mungkin Muhammad yang terkasih, bisa begitu melukai perasaan saya, gadis cilik, yang di saat pertumbuhannya, berusaha menjadikan dia sebagai pilar-pilar impian romatisnya,” aku Mernissi dalam Wanita dalam Islam.[1]

Sejak kecil, Mernissi memang telah terlibat dengan pemikiran keislaman, dan melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang liar. Ia misalnya menggugat batas antara lelaki dan perempuan. Kalau disepakati ada batas, katanya, kenapa hanya pihak perempuan saja yang dibatasi dan ditutupi. Di mana keadilan itu?

Tak heran, akibatnya, hubungan Mernissi dan agama menjadi begitu ambivalen. Di rumah, melalu neneknya, Yasmina, ia diajarkan agama secara indah, puitis dan bersahabat. Di sekolah, ia diajarkan al-Quran dengan cara yang keras. Ia harus menghapal ayat, dan jika salah, bentakan dan pukulan selalu menderanya. Agama baginya jadi sesuatu yang mengerikan. Tak heran, ajaran neneknya tentang perjalanan haji, keindahan Mekkah dan Madinah, nikmatnya bergegas meninggalkan arafah dan Mina untuk menginap di Madinah, amat mengobati luka itu. Obsesinya pun muncul untuk melihat dan menikmati kota Nabi tersebut.

Dua cara didikan ini membuat Mernissi mengganggap agama Islam sangat tergantung pada bagaimana perspektif dan penerimaan kita terhadapnya. Ayat suci bisa menjadi gerbang melarikan diri atau hambatan yang tak bisa diatasi. Al-Quran bisa menerbangkan ke alam mimpi, atau pelemah semangat belaka.

Dewasa di penjara harem

Fatima Mernissi lahir di Fez, Maroko, 1940. Ia tinggal dan dibesarkan dalam sebuah harem bersama ibu dan nenek-neneknya, serta saudara perempuannya. Harem itu dijaga ketat seorang pejaga pintu, yang mengawasi mereka agar tak meninggalkan “penjara” itu, dan digembirakan beberapa pelayan.

Nenek Mernissi, Yasmina, adalah istri kakeknya, dengan sembilan wanita lain. Tapi, nasib buruk itu tak menimpa pada ibu Mernissi. Ayahnya, seorang nasionalis Maroko, menolak poligami.

Berbeda dari ibunya yang tak bisa membaca, Mernissi yang lahir di saat kaum nasionalis berhasil mengusir Prancis, mendapatkan hak untuk bersekolah. Meskipun tinggal di harem, ia dapat mengenyam pendidikan yang tinggi. Semua kisah Mernissi di harem, bersama keluarga besarnya, hasrat mereka untuk menikmati kebebasan, dan kegembiraan melihat dunia luar meskipun hanya dari lubang kunci, dia gambarkan dengan indah –sekaligus pedih– dalam bukunya, The Harem Within.

“Jangan bayangkan harem hanya berada di dalam istana (imperial), karena harem yang saya tinggali adalah harem kelas biasa (domestik), yang tak bergelimang dengan kemewahan,” tulisnya. Tapi, Mernissi tetap berhasil mendapat gelar di bidang politik dari Mohammed V University di Rabat, Maroko, dan gelar PhD dari Universitas Brandels, Amerika pada tahun 1973. Disertasinya, Beyong the Veil and Male Elite menjadi rujukan kepustakaan Barat untuk melihat posisi perempuan Maroko.[2]

Karya-karya Mernissi memang sarat dengan gugatan yang bersumber dari pengalaman pribadinya. Ia pun dengan rajin meriset apa pun yang mengganggu paham keberagamaannya. Pelacakannya terhadap nash-nash suci Quran dan hadis membuat kritik Mernissi begitu terasa tajam. Ia misalnya, melacak perawi hadits sampai tingkat yang terkecil, dan meneliti riwayat hidup perawi tersebut, dan membongkar kecacatan hadits itu. Baginya, amat mustahil Rasullulah Muhammad sampai memosisikan perempuan dalam kedudukan yang serendah itu.

Tafsir alternatif Mernissi yang amat terkenal tajam dapat terlihat dari dua bukunya, The Forgotten of Queen in Islam dan Islam and Democracy, yang keduanya telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia, Ratu-Ratu Islam yang Terlupakan, oleh Mizan, 1994, dan Islam dan Demokrasi: Antologi Ketakutan oleh LKIS, 1994. [3]

Mernissi menunjukkan, kekurangan pemerintahan Arab bukanlah karena UUD mereka tak Islami, tapi karena para pemimpinnya menafsirkan agama berdasarkan kepentingan mereka. Mernissi menunjukkan, betapa agama dengan sangat mudah dapat dimanipulasi. Karena itu aia percaya, penindasan terhadap perempuan adalah semacam tradisi yang dibuat-buat, bukan murni ajaran Islam. Makanya, tak ada keraguan bagi feminis ini untuk menggugat hal tersebut dalam bukunya, Rebellion’s Women and Islamic Memory.

Sebagai seorang sosiolog, Mernissi bahkan bergerak dalam wilayah yang amat luas. Ia misalnya, amat konsern pada masalah hijab. Hijab baginya hanya pembatasan ruang publik bagi seorang perempuan. Hijab juga berarti pemisahan antara penguasa dan rakyat, sebagai citra kekuasaan mutlak dunia lelaki atas perempuan. Kenapa hijab menjadi agenda Mernissi? Karena hidup dia dan keluarganya, amat menderita oleh praktik hijabisasi itu.

Mernissi juga menjelaskan secara sosiologis batas-batas seksualitas perempuan Maroko, dan bagaimana hidden transcript masyarakat menunjukkan perlawana hal itu. Bukunya yang berasal dari disertasi, dan beberapa buku penelitian yang lain, adalah representasi –juga perlawanan– yang sangat baik tentang persoalan perempuan di dunia Islam pada umumnya. Dan tampaknya, sampai kini, Mernissi tak berniat akan pernah berhenti.[4]

Fatima Mernissi tidak menafikan pentingnya faktor ekonomi dan politik dalam sebuah negara --untuk menentukan nasib kaum wanita khususnya. Tetapi, ada masalah yang lebih penting lagi, yaitu "discourse tentang wanita" yang telah diciptakan oleh sosio-budaya Arab. Menurut Mernissi, diskursus wanita yang berlaku dalam komunitas Arab telah dibentuk sedemikian rupa oleh budaya dominasi lelaki. Dan dengan dominasi itu, perempuan selalu ditempatkan dan dipandang negatif --dari perspektif apa saja.[5] Mernissi tidak meletakkan seluruh beban pada negara. Ia lebih menyalahkan struktur sosial yang telah menyengsarakan nasib wanita. Yang dimaksud dengan struktur sosial, menurutnya, juga doktrin dan ajaran agama yang menjadi salah satu fondasi penting sebuah masyarakat. Mernissi tidak sepenuhnya percaya dengan sekelompok elit pemikir (kaum tradisionalis?) yang turut membicarakan persoalan perempuan. Bahkan ia menganggap diskusi-diskusi di sekitar turats sebagai omong kosong. Menurutnya, "perdebatan di sekitar turats tidak lebih dari cara baru kaum lelaki meraih kembali dominasinya atas wanita".[6]

Mernissi memandang turats secara negatif. Ia percaya bahwa model masa lalu (al-madli) tidak lagi memadai untuk konteks modern. Itu karena ia meyakini bahwa persoalan yang dihadapi masyarakat Arab sekarang sangat kompleks.[7] Kendati demikian, bukan berarti Mernissi sepenuhnya berpegang pada capaian modernitas. Dalam banyak tulisannya, dengan keras ia mengecam Barat. Model feminisme yang dikembangkan Barat, menurutnya, hanya melahirkan diskriminasi terhadap perempuan dengan bentuk lain.[8]


[1] www.suaramerdeka.co.id

[2] Ibid

[4] www.suaramerdeka.co.id

[5] F. Mernissi, Al-Dimuqratiyyah ka Inhilal Khuluqi, hal. 57; Hisham Sharabi, Theory,

[6] Politics and the Arab World. New York, 1990, hal. 41

[7] Ibid

1.02.2010

Syikh Umar Tilmisani (mursyid III Ikhwanul Muslimin, 1322-1406 H/1904-1986 M)

Syaikh Umar Tilmisani adalah sosok Ustadz Umar Abdul Fattah bin Abdul Qadir Mushthafa Tilmisani. Ia menjabat menjadi Mursyid ‘Am Ikhwanul Muslimin setelah wafatnya Mursyid ‘Am kedua, Hasan Al-Hudhaibi, bulan November 1973.

Tempat ,tanggal lahir dan Masa kecil Syaikh Umar Tilmisani.

Garis keturunan Syikh Umar Tilmisani berasal dari Tilmisan ,Al-jazair. Ia lahir di kota Kairo ,tahun 1322 H/1904,tepatnya di jalan Hausy Qadam,Al-Ghauriah. Ayah dan kakaknya pedagang kain dan batu permata.

Kakek Syaikh Umar Tilmisani seorang Salafi yang banyak mencetak buku-buku karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Karena itu, ia tumbuh dan besar dilingkungan yang jauh dari bid’ah.

Syaikh Umar Tilmisani mengikuti Sekolah Dasar di Sekolah yang di kelola yayasan sosial tingkat menengah dan atas di Madrasah Ilhamiyah, kemudian masuk Fakultas Hukum.

Tahun 1933, Syaikh Umar Tilmisani tamat dari Fakultas Hukum, kemudian mendirikan kantor pengacara di Syabin Al-Qanathir dan bergabung dengan jama’ah ikwanul Muslimin.

Syaikh Umar Tilmisani pengacara pertama yang bergabung dengan Ikhwan, mewakafkan pemikiran, dan potensi untuk membelanya.Ia termasuk orang dekat Asy-Syahid Hasan Al-Banna. Ia sering menyertai Al-Banna dibeberapa lawatan, baik di dalam maupun di luar Mesir. Bahkan, Al-Banna sering meminta bantuannya dalam menyelesaikan beberapa masalah.

Syaikh Umar Tilmisani menikah saat duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Istrinya wafat bulan Agustus 1979, setelah menyertainya setengah abad lebih. Dari pernikahan ini iIa dikaruniai empat orang anak; Abid,Abdul Fattah, dan dua putri.

Kesibukan Syaikh Umar Tilmisani sebagai pengacara tidak membuatnya lupa memperkaya diri dengan ilmu pengetahuan. Ia banyak menelaah beragam ilmu, seperti tafsir, hadits, fiqh, sirah, tarikh, dan biografi para tokoh.

Syikh Umar Tilmisani selalu mengikuti perkembangan berbagai konspirasi musuh Islam, baik di dalam maupun di luar negeri. Ia rajin mewaspadai, mengkaji, menentukan sikap, menentang konspirasi dengan bijaksana dan nasihat yang baik, membantah tuduhan-tuduhan, mementahkan ungkapan-ungkapan, dan mengikis syubhat-syubhatyang dibuatnya, dengan kepercayaan diri orang mukmin yang tahu ketinggian nilai agamanya dan kehinaan di selain Islam. Sebab, tiada penolong setelah Allah ta’ala dan tiada agama yang diridhoi Allah selain Islam.

Komitmen diri Syaikh Umar Tilmisani

Syaikh Umar Tilmisani meninggalkan kesan positif pada orang-orang yang mengenal atau berhubungan dengannya. Ia di karuniai kelebihan hati, kebersihan jiwa, kehalusan ucapan, keluasan ucapan yang keluar dari lisan, keindahan pemaparan, teknik berdebat, dan berdialog yang sangat baik.

Syaikh Umar Tilmisani menceritakan komitmen dirinya, “kekerasan dan ambisi untuk mengalahkan orang lain tidak pernah menemukan jalan untuk masuk ke dalam aklakku. Karena itu, saya tidak bermusuhan dengan siapa pun, kecuali dalam rangka membela kebenaran, atau menerapkan Kitab Allah Ta’ala. Kalaupun ada permusuhan, maka itu berasal dari pihak mereka, bukan dariku. Saya menyumpah diriku untuk tidak menyakiti seorang pun dengan kata-kata kasar, meski saya tidak setuju dengan kebijakannya, atau bahkan ia menyakitiku. Karena itu, tidak pernah terjadi permusuhan antara diriku dengan seseorang karena masalah pribadi.”
Tidak berlebihan kalau saya bahwa siapa pun yang keluar dari majelisnya, pasti mengagumi, menghormati, dan mencintai dai unik yang menjadi murid Imam Hasan Al-Banna ini, lulus dari madrasahnya, dan bergabung dengan jamaahnya sebagai dai yang tulus dan iklash.

Akhlak dan Sifat Syaikh Umar Tilmisani

Syikh Umar Tilmisani sangat pemalu, seperti diketahui orang-orang yang melihatnya dari dekat.

Orang yang sering duduk dan berdialog dengan Syaikh Umar Tilmisani merasakan bahwa keras dan lamanya ujian yang ia alami di penjara, malah mensterilkan dirinya, hingga tiada tempat di dalam dirinya selain kebenaran. Ia mendekam di balik jeruji besi selama hampir dua puluh tahun. Ia masuk penjara pertama kali tahun 1948. masuk lagi tahun 1954. Namun, ujian-ujian itu tidak mempengaruhi dirinya, dan bahkan menambah ketegasan dan ketegarannya.

Di wawancara dengan majalah Al-Yamamah Arab Saudi, edisi tanggal 14 januari 1982, Syaikh Umar Tilmisani berkata,”Tabiat yang membesarkanku membuatku benci kekerasan, apapun bentuknya. Ini bukan hanya sekedar sikap politik, tapi sikap pribadi yang yang terkait langsung dengan struktur keberadaanku. Bahkan, andai dizalimi, saya tidak akan menggunakan kekerasan. Mungkin, saya menggunakan kekuatan untuk mengadakan perubahan, tapi tidak untuk kekerasan.”

Nasihat-nasihat Syaikh Umar Tilmisani

Di untaian nasehat yang disampaikan di depan generasi muda, dai Ikhwan,Ikhwan, dan lainnya, Syaikh Umar Tilmisani berkata, “Tantangan yang menghadang dai saat ini, sangat berat dan sulit. Kekuatan materi berada di tangan musuh-musuh Islam yang bersatu untuk memerangi umat Islam, meskipun mereka memiliki kepentingan berbeda. Jama’ah Ikhwanul Muslimin sekarang menjadi sasaran tembak mereka.

Menurut perhitungan manusia, pasukan Thalut yang beriman tidak mampu melawan Jalut dan tentaranya. Tapi, ketika pasukan kaum mukmin yakin kemenangan itu datang dari Allah Ta’ala, bukan hanya tergantung pada jumlah personil dan kelengkapan persenjataan, maka mereka dapat mengalahkan pasukan Jalut dengan seizin Allah Ta’ala.

Saya tidak meremehkan kekuatan personil. Juga tidak meminta dai selalu bungkam, berdzikir dengan menggerakkan leher kekanan dan kekiri, memukulkan telapak tangan, dan berpangku tangan. Sebab, itu semua bencana yamg membahayakan dan mematikan.

Sesungguhnya, yang saya inginkan adalah berpegang teguh dengan wahyu Allah Ta’ala, berjihad dengan kalimat yang benar, tidak menghiraukan gangguan, menjadikan diri sebagai teladan dalam kepahlawanan, bersikap ksatria, tegar,dan yakin bahwa Allah Ta’ala pasti menguji hamba-hamba-Nya dengan rasa takut,lapar, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan, agar dapat diketahui siapa yang tulus dan siapa yang munafik. Aspek-aspek inilah yang merupakan penyebab kemenangan. Kisah-kisah Al-Qur’an ialah argumen paling baik dalam masalah ini.

Semangat pemuda yang diiringi pemahaman mendalam tidak memerlukan banyak eksperimen. Tapi, sangat membutuhkan kesabaran, kekuatan komitmen pada aturan-aturan Al-Qur’anul karim, dan telaah sirah generasi pendahulu yang telah menerapkannya di setiap aktivitas mereka. Itu penting, agar Allah Ta’ala mengaruniakan kemenagan, kemuliaan, dan kekuasaan yang hampir dianggap mustahil.”

Muhammad Kamaluddin A-Sananiri (Dai dan Mujahid, 1336-1401 H/1918-1981)

Assalamu'alaikum teman-teman, sudah lama saya tidak mengupdate blospot ini.ya...maklumlah lagi ngurusin ummat, ummta yang mana nih...??? :-). sebagai awalannya aku coba kupas kembali sejarah sigkat seorang Pemikir Islam Kontemporer Syakh Muhammad Kamaluddin A-Sananiri. semoga bermanfaat. selamat membaca.


Wassalam..!

Slendangwetan


Muhammad Kamaluddin A-Sananiri

(Dai dan Mujahid, 1336-1401 H/1918-1981)

Muhammad Kamaluddin A-Sananiri lahir di Kairo tanggal 11 Maret 1918. Ia dibesarkan dari keluarga yang berkecukupan. Mengenyam studi ditingkat dasar dan menegah. Tahun 1934 bekerja di Departemen Kesehatan bagian Penanggulangan Penyakit Malaria. Tahun 1938, ia dipecat dari Departemen Kesehatan, kemudian berencana meneruskan kuliah di Universitas Amerika, jurusan farmasi, agar dapat bekerja di Apotik Al-Istiqal milik ayahnya. Tetapi salah seorang tokoh agama berhasil meyakinkannya agar tidak berangkat ke Amerika, sebab ada beberapa kerugian menyangkut keberadaannya di Amerika.

Keterkaitan Muhammad Kamaluddin As-Sananiri dengan Ikhwanul Muslimin

Muhammad Kamaluddin As-Sananiri bergabung dengan jamah Ikhwanul Muslimin pada tahun 1941. Karena paham, ikhlas, dan dinamis, ia lebih menonjol di kalangan anggota-anggota Ikhwan seusianya. Bahkan ia banyak mendapatkan tugas. Muhammad Kamaluddin As-Sananiri murid yang setia pada prinsip-prinsip gurunya, Imam Asy-Syahid Hasan Al-Banna. Ia memahami jalan dakwah dipenuhi ancaman, duri, dan rintangan. Sebab, itulah jalan menuju surga, jalan yang dipenuhi dengan hal-hal yang tidak mengenakkan.

Muhammad Kamaluddin As-Sananiri menghafal dan mengulang-ulang ungkapan seorang guru pada muridnya,“Ketidaktahuan rakyat pada hakikat Islam akan menjadi kendala bagi kalian. Ulama resmi yang menjilat pada penguasa akan memusuhi kalian. Setiap pemerintah berusaha membatasi aktivitas kalian dan memasang gangguan di jalan yang kalian tempuh. Mereka akan meminta bantuan dengan menjilat orang-orang yang berjiwa lemah dan berhati sakit. Sebaliknya, akan berlaku kasar dan beringas pada kalian. Karena itu, kalian akan di pejara, disiksa, diusir, rumah-rumah kalian digeledah, harta kalian dirampas, dan tuduhan kejih dilontarkan kepada kalian, dengan harpan wibawah kalian akan hilang. Mungkin, ujian itu kan berlangsung lama. Sadarilah, saat itu kalian baru mulai menapaki jalan yang telah ditempuh para mujahid.”

Muhammad Kamaluddin As-Sananiri mampu menerjemahkan ungkapan tersebut dalam realita kehidupan. Ia dan beberapa saudaranya benar-benar merasakan yang tergambar dalam ungkapan itu selama seperempat abad di penjara. Meskipun berada dalam gelapnya jeruji besi dan ganasnya cambukan cemeti, mereka tidak pernah menyerah dan mengucapkan sepatah kata pun. Justru, dzikir kepada Allah selalu menghiasi lisan meraka. Mereka merasa Allah selalu bersama dan menjaga meraka. Karena itu, meskipun disiksa mereka menikati siksaan. Ujian tidak memberi pengaruh kecuali menjadikan mereka semakin dekat kepada Allah dan rindu kepada-Nya.

Ayahnya wafat dengan meninggalkan keluarga yang tgerdiri dari seorang ibu, tiga anak laki-laki dan tiga anak perempuan. Karena itu, menjadi penganti ayahnya, memberikan belanja kepada keluarga. Demikianlah, akhirnya ia memikul tugas-tugab dakwah dan keluarga. Tapi, ia ridha dengan apa yang telah ditentukan oleh Allah untuknya berusaha memenuhi kebutuhan kelurga, dan tetap aktif di kegiatan-kegiatan dakwah. Ia menanam tanaman yang mendatangkan buah di masa depannya.

Ketika musuh Islam membuat konspirasi untuk dakwah dan tokoh-tokohnya, ia mendapat ujian, sebagaimana yang dialami saudara-saudara seperjuangannya. Tangal 28 Februari 1954, massa bergerak menuju Istana Abidin untuk menyerukan kemerdekaan yang telah dipasaung dan dirampas Abdun Naser dan kaki tanganya. Muhammad Kamaluddin As-Sananiri punya peran penting dalam menata dan mengkoodinasikan demo besar tersebut. Tragisnya, demonstrasi yang diikuti ratusan ribu massa dan dikomandani Asy-Syahid Abdul Qadir Audah ini dihujani peluru, hingga banyak demonstran yang syahid.

Kaki tangan pengausa selalu memata-matai aktivis yang menjadi koordinator demo yang diantarannya adalah Muhammad Kamaluddin As-Sananiri. Karena itu, ia ditangkap dan mahkama lelucon menjatuhkan hukuman kerja paksa selama dua puluh tahun.

Ia di tangkap bukan Oktober 1954 dan dibebaskan pada bulan Januari 1973. pembebasannya bukan atas jasa Anwar Sadat. Sebab, pada masa Sadat ia masih di penjara Al-Wahat, dijemur di bawah terik matahari yang membakar, ditempatkan di padang pasir yang membara, dan disuruh berjalan di padang pasir yang panas membara tanpa alas kaki.

Setelah hukan penjara ditetapkan, mereka menekan istri dan ibunya, agar membujuknya bersikap lunak dan menulis dua baris kalimat dukungan pada Abdun Naser. Ia tidak bergeming sama sekali. Ketika sang ibu yang berusia tujuh puluh tahun itu menangis dan memintanya untuk mengajukan permintaan maaf kepada pemerintah, ia menjawab dengan lembut, “Bagaimana nasibku di hadapan Allah, apabila saya mengemis surat ini pada Abdun Naser, kemudian saya mati? Apakah ibu ridha saya mati dalam keadaan musyrik?”

Muhammad Kamaluddin As-Sananiri memberi pilihan kepada istrinya untuk tetap menjadi istrinya atau bercerai. Istrinya menitikkan air mata dan berkata, “Saya pilih tetap menjadi istrimu, wahai kekasihku!”

Penangkapan Dan Pemanjaraan Muhammad Kamaluddin As-Sananiri

Ketika dalam penjara ia mendapatkan penyiksaan keji, hingga salah satu telinganya cidera. Karena itu, ia dipindahkan ke Rumah sakit Al-‘Aini. Keluar dari penjara ia memuji Allah karena telinganya yang cidera dapat mendengar lebih baik dari pada yang tidak cidera.

Saudara ipar dari istrinya yang dicerai juga masuk penjara bersama Muhammad Kamaluddin A-Sananiri. Ketika ia menyaksikan siksaan keras yang menimpa Muhammad Kamaluddin A-Sananiri, ia bengong dan hilang akal, hingga di bawa ke rumah sakit saraf.

Ibu dan saudari tertua Muhammad Kamaluddin A-Sananiri selalu menghadiri mahkama lelucon yang mengadilinya tahun 1954. pada sidang pertama sang ibu tidak mengenali purtanya, karena perubahan fisiknya akibat siksaan. Sang ibu bertanya kepada anak putrinya, “Mana saudaramu?” Purtrinya menjawab, “Dia yang dikurungan itu!” Sang ibu berkata, “Bukan wai putriku. Apakah mataku sudah rabun hingga tidak bisa mengenalinya?”

Tubuh Muhammad Kamaluddin A-Sananiri sangat kurus, hingga pakainnya menjadi longgar. Thaghut Mesir mencukur habis jenggotnya, merontokkan rahang dan menciderai telingganya, hingga sang ibu tetap bersikeras bahwa yang disidang bukan anaknya, Muhammad Kamaluddin A-Sananiri.

Pernikahan di Penjara

Pada masa penahanan yang panjang,. Muhammad Kamaluddin A-Sananiri melangsungkan pernikahan dengan wanita mulia, Aminah Quthb, saudari kandung Sayyid Quthb. Keduanya baru dapat berkumpul bersama setelah Muhammad Kamaluddin A-Sananiri keluar dari penjara tahun 1973. ia tidak dikaruniai keturunan dari perkawinan tersebut, karena usia Aminah sudag lebih dari lima puluh tahun.

Sifat Zuhud dan Wara’ Muhammad Kamaluddin A-Sananiri

Muhammad Kamaluddin A-Sananiri lebih menyukai kesederhanaan dan mencintai orang-orang lugu. Ia membimbing dan mengajarkan aqidah murni yang bersih dari bid’ah dan khurafat kepada mereka. Ia zuhud terhadap kehidupan dunia. Malam ia gunakan untuk qiyamullail dan sebagian besar siang untuk berpuasa. Saat di penjara, ia hanya mengunakan pakaina kasar dan lusuh.

Tidak heran, kalau lelaki yang cara hidupnya seperti itu enggan meuruti bujukan dan ancaman sipir serta intel pemerintah, agar memberi dukungan kepada Gamal Abdun Naser, meski peluang untuk mengambil rukhshah ada.

Muhammad Kamaluddin A-Sananiri buah madrasah Hasan Al-Banna, saudara yang tulus yang sulit ditemukan pada masa ini. Orang-orang seperti inilah tumpuan harapan umat. Kader seperti inilah yang dapat menyelamatan umat dari keterbelakangan, membangun mereka dari tidur panjang, dan mengembalikan mereka pada manhaj Ar-Rahman.

Ketika kembali dari Afghanistan, Muhammad Kamaluddin A-Sananiri ditangkap dan disiksa oleh sipir penjara, untuk mengetahui perannya bersama saudara-saudaranya jihad di Afghanistan. Tidak sepatah kata pun keluar dari lisannya, meski siksaan tiada henti dan semakin sadis. Akhrinya, iamenghembuskan nafas terakhirnya sebagai syahid sejati, insya Allah, tanggal 8 November 1981.

Muhammad Kamaluddin A-Sananiri senantiasa disiksa durjana yang dipimin penjagal Hasan Abu Pasha. Masa-masa terakhir menjelang syahidnya adalah puncak zuhudnya terhadap dunia dan kerinduannya kepada surga.

Muhammad Kamaluddin A-Sananiri jatuh di depan algojo yang memaksanya mencadi berbagai jamaah Islam. Meski demikian ia selalu mengatakan “ Sadat telah menggalu kuburanya sendiri saat mendatangani perjanjian menghinakan (Camp David). Perjanjian yang berisi penyerahan leher Mesir kepada Israil dan Amerika.” (Majalah Al-Mujtama’, 11 November 1981)

Istri Muhammad Kamaluddin A-Sananiri, Aminah Quthb, menulis syair sendu untuk mengenang kepergiannya,

aku tidak lagi menunggu yang kembali bersama jadwal sore

aku tak berhias menyambut yang kembali bersama harapan

aku tidak menanti yang datang, ungkapan, dan pertemuan

aku tidak menanti langkahmu yang datang setelah bertugas

aku menyinari tangga kerinduan yang semakin membahagiakan

aku tidak lagi bergegas menyambut senyummu, meski letih

menyinari rumah dengan salam yang penuh kehangatan

detik-detik berulang, tetepi bagaiman kita bertemu di sore hari?

mata ku tertidur dengan tenang, tidak terganggu ujian

telingaku tidak lagi mendengar lantunan doa-doa mu

pendengaran ku tidak lagi menangkap suara adzan di angkasa

aku bertanya kepada dunia, Adakah yang mendengar suaraku?

tahukah kamu, kerinduanya pada surga atau cinyanya kepada langit?

apakah ini janji Allah?

apakah waktu pemenuhan janji sudah tiba?

hingga aku berlari seperti orang rindu dan kasmaran pada seruan?

apakah aku dapat bertemu pada kekasih disana?

bagaimana model pertemuannya?

di hadapan Allah di surga Firdaus yang dikucuri karunia?

apakah di rumah hakiki kalian berkumpul dan berlindung?

bila ya, selamat datang kematian dan kucuran darah

aku akan menemui kalian di sana, dan lenyaplah rumah kesengsaraan

ya, aku akan menemui kalian. Ini janju yang akan ditepati

kami diberi pahala dalam hari-hari yang berlalu dengan air mata dan ujian

kami berlindung dalam surga, hingga tak takut berpisah atau binasa

Semoga Allah ta’ala merahmati ustadz ita, Muhammad Kamaluddin A-Sananiri, dengan rahmat yang luas dan mempertemuakan kita dengannya bersama para nabi, shiddiqin, syuhada dan shalihin. Karena mereka sebaik-baik teman.

Kibod Arabi

Dapatkan Free Graph Quotes